Sumber ilustrasi: jatengtoday
SKETSA - Mendekati waktu pemilihan umum (Pemilu), nampaknya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bekerja lebih keras memantau jalannya pesta demokrasi. Baru-baru ini, Bawaslu Samarinda menyatakan MI, salah satu dosen FEB yang berstatus ASN terbukti terlibat kampanye. Kasus ini telah direkomendasikan untuk dilakukan proses lebih lanjut oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/keterlibatan-asn-dalam-kampanye/baca)
Awak Sketsa sempat menemui MI, pada (21/3) lalu. MI mengelak jika disebut berkampanye atau terlibat tindakan politik. Ia mengatakan saat itu ia diundang sebagai pemateri untuk mengisi kegiatan bimbingan teknis terkait penyampaian laporan perolehan suara.
"Saya tidak gila, sampai harus melanggar larangan yang sudah jelas," ujarnya.
MI disebut telah melanggar aturan ASN. Salah satunya yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pengawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 4 Ayat 12, disebutkan bahwa setiap PNS dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Selain itu, berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 ASN tidak boleh berpihak dari segala pengaruh manapun, atau kepentingan manapun.
Dilansir dari media Koran Kaltim, Komisioner Bawaslu Samarinda Kordiv Hukum, Data dan Informasi, Daini Rahmat, mengatakan bahwa keputusan Bawaslu atas dasar pengkajian fakta yang dimiliki.
“Pengambilan keputusan yang kita lakukan berdasarkan bukti yang diambil pengawas kecamatan dan kelurahan di lokasi kegiatan,” jelasnya.
Abdul Muin Ketua Bawaslu Samarinda juga turut memberikan keterangan. "Sudah diproses," jawabnya sore (1/3) ini.
Muhammad Iskandar Zulkarnain, Alumni FEB Unmul Dewan Pertimbangan kepada visoner.id Kaltim, Kamis 14 Maret lalu mengatakan, sebagai tenaga pendidik seharusnya MI sadar bahwa dosen adalah contoh bagi mahasiswa dan sudah seharusnya mematuhi aturan yang ada. Jika memang terbukti, berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu pasal 494 bahwa setiap ASN yang melanggar pasal 280 (larangan keikutsertaan kampanye) maka akan dikenakan pidana kurungan selama 1 tahun dengan denda 12 juta rupiah bahkan MI juga terancam diturunkan dari jabatannya hingga diberhentikan sesuai dengan ketentuan UU No. 5 Tahun 2014.
“Diharapkan agar pihak Bawaslu dan pihak yang berwenang lainnya dapat menindak tegas kasus yang telah mencoreng nama baik institusi pendidikan ini dengan menegakkan aturan sebagaimana mestinya dan tetap menjaga penanganan kasus ini agar tetap independen dan tidak diintervensi oleh pihak manapun,” pungkasnya.
Sementara itu, Herdiansyah Hamzah selaku pengamat hukum Unmul menilai kampus dapat melakukan pemeriksaan melalui komisi etik terhadap MI, sembari menanti rekomendasi sanksi dari KASN. Terlebih masih ada EI yang diduga terlibat kampanye.
Menurutnya, pemeriksaan melalui komisi etik ini dapat memberi tiga manfaat. Pertama, sebagai langkah untuk membuktikan bahwa kampus tidak berdiam diri di tengah banyaknya dugaan dukungan capres dan caleg. Kedua, menjadi pintu pembuka untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan civitas academica yang lain. Ketiga, memberikan efek terapi bagi yang lain, agar tidak melakukan hal yang sama.
"Terakhir, pasca terbitnya rekomendasi KASN nanti, rektor sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), mesti bersungguh-sungguh menjalankan rekomendasi sanksi tersebut secara konsisten dan dalam tempo yang sesingkat mungkin." (adl/els)