Sajian Makanan Saat Seminar Tugas Akhir, Mahasiswa Terbebani tapi Diam

Sajian Makanan Saat Seminar Tugas Akhir, Mahasiswa Terbebani tapi Diam

SKETSA – Haikal, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (FKTI) saat ditemui Sketsa pada Senin, (19/2) lalu, mengaku setuju dengan adanya pemberian makanan di meja dosen penguji dan pembimbing saat seminar tugas akhir. Sikap itu didasari peserta seminar yang di kampusnya hanya melibatkan dosen semata. Walhasil, pemberian buah tangan sejenis makanan dirasa Haikal tidak memberatkan.

"Seminar itu kan waktunya juga terbilang lama. Selain itu juga sebagai salah satu pemberian kita, kapan lagi kita bisa memberikan makanan seperti itu (kepada dosen),” kata mahasiswa Prodi Teknik Informatika 2014 itu.

Kendati setuju, diakui Haikal buah tangan memang memberatkan kaum mahasiswa. Ia punya teman yang bercerita sampai harus mengeluarkan Rp700 ribu hanya untuk memenuhi ruang-ruang kosong di atas meja seminar.

(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/makanan-panas-di-meja-ujian-skripsi/baca)

Senada dengan Haikal, Nana, mahasiswi Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pun memilih setuju. Namun, lagi-lagi fakta bahwa praktik korupsi skala kecil itu memberatkan diamini Nana.

“Kalau dosen aja enggak apa-apa. Tapi kemarin pas seminar proposal (Sempro) dan seminar hasil (Semhas)  itu teman saya sempat kasih ke staf-nya juga. Itu sampai tiga belas nasi kotak kalau enggak lima belas kotak,” ungkap Nana.

Parahnya, buah tangan yang diberi kawan Nana tersebut bukan murni dari keinginannya sendiri, melainkan permintaan staf prodi walau tak ikut menguji.

"Dia bilang, ‘Nanti kalau maju siapkan ini ya, kan penguji sama pembimbing ada lima, jadi sediakan lima kotak’ begitu," kata Nana.

Saat ditemui Sketsa, Nana tengah mengurus keperluan tugas akhirnya di Dekanat FKIP. Nana tidak tahu pasti apa alasan di balik permintaan tersebut. Namun, berita acara pasca seminar yang tak kunjung keluar atau bahkan tidak boleh diambil sebelum nasi kotak tunai diberikan. Akhirnya, Nana dan seluruh mahasiswa FKIP terutama prodi PGSD merasa memberi buah tangan saat seminar tugas akhir baik kepada dosen maupun staf prodi adalah wajib.

"Membebani. Karena berita acaranya enggak keluar. Mereka bilang, 'Belikan lagi buat staf itu, tambahannya gitu,'" pungkasnya.

Terpisah, Ketua Prodi (Kaprodi) PGSD Muhammad Ilyas membantah pihaknya  disebut meminta makanan seminar dari mahasiswa. Menurutnya, perilaku staf yang demikian ialah bercanda yang dianggap serius oleh mahasiswa.

“Tidak benar. Kalau basa-basi mungkin, tapi dianggap serius. Itu perasaan mereka saja. Enggak ada itu (berita acara) ditahan. Masalah serius kalau itu. Enggak ada,” bantahnya.

“Mahasiswa mau menyiapkan boleh, tidak menyiapkan tidak apa-apa, terserah mereka saja,” timpalnya.

Dari sudut Unmul yang lain, Jesica mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ketika itu baru saja menuntaskan Sempro-nya. Ia lega, meski harus repot menghidangkan sajian-sajian di meja para dosennya.

Persoalan itu dianggap Jesica sudah jadi budaya di FISIP, yang mana jika tak dilakukan mahasiswa yang bersangkutan akan dicap tak tahu etika dan gagal menyenangkan hati dosennya. Seperti salah satu dosen yang mendadak uring-uringan jika tak disediakan ikan kakap khas rumah makan Torani dan bingka pisang.

“Pas seminar, teman saya enggak bawa dua menu itu, terus dia (dosen) kayak enggak mood gitu lah, pas nguji dia bilang, ‘Enggak ada, Nak, semangatku kalau enggak ada bingka pisang. Nanti kalau seminar sama saya selanjutnya bawa, ya’ sedangkan itu harganya lumayan mahal,” terang Jesica menirukan perkataan temannya melalui pesan suara melalui aplikasi LINE.

Perihal gratifikasi dan indikasi korupsi skala kecil atas praktik ini, mahasiswi angkatan 2014 itu berharap adanya imbauan resmi dari Rektor Masjaya agar tak ada lagi keresahan mahasiswa yang merasa terbebani tapi cuma bisa diam. Meski membawa hidangan adalah wujud memuliakan, tapi buat apa kalau berangkat dari keterpaksaan. (wil/fer/aml)