Berita Kampus

Pedasnya Kritik Pakar Hukum dan Pakar Sosial Unmul kepada Pije, Mahasiswa, dan BEM

Herdiansyah Hamzah, akademisi Fakultas Hukum dan Sri Murlianti, dosen FISIP. (Sumber: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Mengajukan proposal kegiatan yang lazimnya dilakukan oleh banyak organisasi lintas kampus ke instansi jadi problem besar di masa sekarang. Problem itu juga berlaku bagi BEM baik level fakultas atau universitas yang notabene merupakan organisasi gerakan.

Sebab rentan untuk muncul konflik kepentingan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Freijae Rakasiwi alias Pije yang didakwa oleh pakar politik dan dosen Unmul, Budiman sebagai rupa politik dua kaki.

Herdiansyah Hamzah, akademisi Fakultas Hukum melihat guna menghindari konflik kepentingan yang suatu saat bisa saja terjadi, organisasi manapun hendaknya perlu menegaskan prinsipnya terhadap banyak hal. Salah satu di antaranya adalah tentang ‘kemandirian’ dalam berorganisasi.

“Proposal ke Pertamina itu menjadi benalu bagi organisasi (BEM FEB). Protes kenaikan BBM akan mentah jika pada saat yang bersamaan justru menerima bantuan dari Pertamina,” pandangnya.

Hamzah menganggap bahwa segala kemungkinan bisa saja terjadi antar pihak yang bertemu. Karena biasanya, pertemuan terbatas hanya dilakukan oleh para pimpinan atau elite organisasi tanpa melibatkan yang lain. Bahkan, bisa saja terbuka ruang bagi para elite organisasi tersebut untuk melakukan ‘transaksi’ yang tidak diketahui pihak lain.

Atas dasar itu, ia menganggap, pertemuan terbatas yang dilakukan Pije dan Rizaldo wajar apabila memunculkan kecurigaan demi kecurigaan oleh pihak manapun di kemudian hari.

Selengkapnya: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/pakar-politik-unmul-mengecam-pije-memuji-aldo/baca

Sedangkan terkait pencarian dana untuk kegiatan kemahasiswaan, Sri Murlianti, dosen ilmu sosial memandang siapa pun mahasiswanya harus bijak dalam menyikapi langkah pengajuan proposal ke instansi atau korporasi. Sri menganggap ketika mahasiswa mulai memohon bantuan melalui proposal, secara otomatis independensi mahasiswa akan berkurang.

Maka jalan paling bija untuk mengadakan kegiatan mahasiswa adalah dengan pendanaan mandiri mahasiswa. Misalnya ia mencontohkan bisa mencari anggaran lewat cara sosiopreneurship atau bahkan kalau perlu lewat urunan baik alumni ataupun pengurus. Dua cara itu bagi Sri adalah lumrah dilakukan oleh mahasiswa yang sudah memiliki idealisme dan keberpihakan tegas.

Kritik kepada Pije dan Kawan Seperjuangannya

Sri sudah mengenal Pije dan cukup tahu rekam jejak gubernur BEM FEB itu. Sejak awal mengenal Pije, Sri menilai Pije tidak pernah memiliki pijakan ideologi yang jelas. Pije sebatas yang Sri lihat hanya “demo-demo yang bisa temporal yang tidak jelas pijakan ideologisnya”. Salah satunya aksi tolak kenaikan harga BBM non-subsidi 4 April lalu.

Sri mengamati Pije kerap terombang-ambing antara ingin menggenapkan pandangan awam tentang idealisme mahasiswa, tetapi di sisi lain juga mau memanfaatkan banyak koorporasi yang ada di Kaltim untuk kegiatan mahasiswa. Bagi Sri, hal tersebut sangat mengecewakan.

“Kalau sikap elite mahasiwa seperti ini, dia (Pije) hanya jadi macan ompong di hadapan koorporasi,” tegasnya.

Sri berpendapat, baik mahasiswa biasa ataupun petinggi BEM idealnya harus menjadi corong aspirasi bagi masyarakat kecil yang tak mampu meneriakkan suara dan tuntutannya secara konkret terhadap pemerintah.

“Sikap Pije sangat mengecewakan karena seharusnya dia bergandengan dengan banyak lapisan masyarakat yang sedang memperjuangkan ruang hidup yang lebih adil untuk masyarakat Kaltim, bukan jadi cukong proposal. BEM bukan event organizer,” pandangnya.

Sebenarnya sikap Pije dan lembaganya yang mengajukan proposal ke Pertamina tak dianggap sebagai masalah oleh tiga ketua BEM dari kampus berbeda, yakni Sigit Untoro dari BEM Faperta, Mujihat dari BEM FKIP, dan Alam Nugraha dari BEM FKM.

(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/tiga-ketua-bem-tak-permasalahkan-pije-dan-rizaldo-walau-dua-di-antaranya-tidak-tahu-apa-itu-politik-dua-kaki/baca)

Bahkan selain tiga ketua BEM fakultas di atas, kawan seperjuangan Pije di Aliansi Garuda Mulawarman juga memandang sikap Pije tak perlu dipermasalahkan. Mereka menganggap sifat gubernur BEM FEB yang melakukan aksi BBM dan mengajukan proposal ke Pertamina adalah dua substansi yang berbeda.

(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/selain-tanggapi-rizaldo-tiga-pentolan-aliansi-bem-se-unmul-sebut-pije-tidak-lakukan-politik-dua-kaki/baca)

Menanggapi itu, Sri balik memberi kritik pedas kepada mahasiswa yang menganggap sifat Pije sebagai ‘hal yang bisa dibenarkan’.

“Ini namanya komplotan mahasiswa menye-menye. Benar substansi berbeda, tetapi sikap yang begini, ini menggerogoti kemandirian berpikir, apalagi sikap dan keberpihakan. Tidak mungkin mahasiswa bisa punya kekuatan melawan, kalau pada saat yang sama mengemis bantuan untuk bisa berkegiatan. Ini yang saya katakan tidak punya pijakan ideologi dalam berkegiatan,” serang Sri.

Sri menyebut mahasiswa harus pula memahami bagaimana persekongkolan kapitalisasi perminyakan di Indonesia atau bahkan kancah dunia. Baginya, kalau mahasiswa menguasai ideologi kapitalis yang bersemayam di belakang Pertamina, seharusnya mahasiswa tak sudi meminta bantuan ke Pertamina.

Solusi Dana Bagi Organisasi

Baik Herdiansyah Hamzah hingga Sri Murlianti memberi saran yang cukup telak jika didengar oleh para mahasiswa organisatoris yang doyan melempar proposal ke berbagai instansi atau korporasi. Keduanya secara garis besar menyebut, harus ada upaya konkret untuk mencari dana sembari menghindari konflik kepentingan di kemudian hari, terutama bagi BEM sebagai organisasi gerakan.

“Sebaiknya pendanaan organisasi dilakukan secara mandiri tanpa mengemis dari perusahaan-perusahaan. Jangan menggadai prinsip hanya demi sesuap nasi yang justru melemahkan gerakan,” kata Hamzah.

Lebih detail Sri menyebutkan ragam cara untuk berdikari yang bisa dicoba suatu organisasi. Ia tak jauh-jauh, mengambil contoh zaman ketika dia masih mahasiswa. Di mana pundi-pundi dicari melalui mengamen, jualan kue, jualan buku dan bagi hasil dengan toko buku, hingga menjaga parkir tempat-tempat ibadah.

“Itu kami lakukan untuk menjaga muruah pembelaan terhadap masyarakat kecil. Kalaupun ada bantuan dari koorporasi, lebih aman bantuan yang sudah langsung ke lembaga universitas yanng telah diposkan untuk dana kegiatan mahasiswa,” pungkasnya. (dan/nhh/erp/sut/len/syl/wal)



Kolom Komentar

Share this article