Pakar Politik Unmul Mengecam Pije, Memuji Aldo
Pakar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Budiman. (Foto: Darul Asmawan)
SKETSA – Peristiwa di lingkungan eksekutif mahasiswa terkait isu BBM, salah satunya tentang pertemuan terbatas Freijae Rakasiwi, Rizaldo, dan pihak Pertamina disikapi oleh pakar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Budiman. Ia memberi gambaran politis yang komprehensif bagi dua mahasiswa yang menjabat gubernur BEM FEB dan presiden BEM KM Unmul tersebut.
“Mahasisiwa itu konsepnya harus kritis. Dalam artian, betul-betul menyuarakan aspirasi rakyat. Kenapa banyak aktivis dipandang sebelah mata? Karena banyak terindikasi, aktivis bersuara untuk mendapatkan fulus,” katanya.
Pernyataan Budiman itu tertuju kepada Pije yang menuntut Pertamina, tetapi di sisi lain menyodorkan proposal kegiatan. Hakikat kata fulus menurut Budiman tak melulu uang, tapi bisa diartikan sebagai adanya ‘kepentingan’. Sehingga ia menyebut, dalam konteks garis perjuangan sebagai mahasiswa yang kritis, bergerak demi fulus itu seharusnya tidak dibenarkan. Itu tidak etis.
“Dalam politik, (sifat Pije) ini dibahasakan bunglon politik. Artinya di satu sisi sebagai pembela rakyat, tapi di sisi lain ternyata ada kepentingan,” katanya kepada Sketsa, Senin (23/4).
Saat ditanya apakah Pije laksana sedang bermain politik dua kaki terhadap Pertamina dan Aliansi Garuda Mulawarman, Budiman langsung menyambar dengan dua kata sergahan. “Hah, bisa,” ucapnya sembari tertawa kecil.“
Dalam konteks ini, ada dua organisasi yang berbeda. BEM dan Aliansi. Tapi kan tidak bisa dipisahkan orangnya itu. Artinya, dalam garis perjuangan, ini sangat patut disayangkan sebenarnya,” katanya.
Jika dilihat dari tindakan Pije, ada dua hal yang dapat disimpulkan Budiman. Pertama, Pije berdiri untuk membela rakyat. Kemudian kedua, ia menyunggi kepentingan ke dalam pusaran Pertamina untuk menyukseskan acara Eco Summit.
“Ini tidak bisa dipisahkan, orangnya sama kok,” kata dosen sekaligus ketua Prodi Pemerintahan Integratif tersebut.
Budiman menerangkan hakikat dari politik dua kaki sebetulnya identik dengan satu kata: keuntungan. Maksudnya, saat melakukan tindakan yang satu, dia untung. Kemudian saat bertindak yang satunya lagi, juga untung.
Dari sisi rakyat, Pije untung karena seolah-olah ia satu barisan dengan mahasiswa lain yang membela kepentingan rakyat. Ketika mengajukan proposal pun, seolah-olah Pije hanya membawa kepentingan kampus dan mahasiswa untuk menyukseskan acara.
“Dari segi etika politik, pelanggaran dia. Artinya, seorang pejuang itu, harus konsisten dan punya komitmen. Ketika dia melakukan dua hal yang berbeda, apalagi bertolak belakang, kita bisa simpulkan, dia tidak konsisten dan dia tidak punya komitmen,” ujar Budiman.
Budiman juga menilai, langkah Pije merupakan hal yang tidak sah dilakukan oleh mahasiswa yang bertitel pejabat tertinggi BEM fakultas.
“Ada beberapa keraguan orang terhadap aktivis. Baik itu aktivis mahasiswa atau LSM (lembaga swadaya masyarakat). Dengan adanya (pertemuan terbatas) itu, makin mempertegas kecurigaan-kecurigaan yang ada terhadap aktivis-aktivis mahasiswa. Di mana sisi agen of change-nya di sini?” paparnya.
Namun demikian, beberapa pentolan Aliansi Garuda Mulawarman dan ketua BEM fakultas yang dinta keterangan oleh Sketsa lebih menganggap tindakan Pije sebagai hal yang wajar. Hal ini makin membuat Budiman tidak habis pikir.
(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/selain-tanggapi-rizaldo-tiga-pentolan-aliansi-bem-se-unmul-sebut-pije-tidak-lakukan-politik-dua-kaki/baca dan https://sketsaunmul.co/berita-kampus/tiga-ketua-bem-tak-permasalahkan-pije-dan-rizaldo-walau-dua-di-antaranya-tidak-tahu-apa-itu-politik-dua-kaki/baca)
"Bah, itu sama saja pembelaan dalam arti kepentingan sebenarnya. Ini kan (sifatnya) pribadi. Itulah yang membedakan sebenarnya antara pejabat publik dan individu. Artinya, pejabat publik itu, banyak hal harus dijaga. Pije kan dalam konteks ketua BEM, adalah pejabat publik yang mewakili mahasiswa,” katanya.
Dengan statusnya sebagai gubernur BEM FEB sekaligus Jenderal Aliansi Garuda Mulawarman, Pije memiliki pengaruh yang besar dalam aksi massa kenaikan BBM tempo hari. Menurut Budiman, Pije bisa saja mempengaruhi internal aliansi untuk menyetop gerakan manakala proposal kegiatan telah masuk dan dikabulkan oleh Pertamina. Kendati, Pije mungkin tidak bergerak sampai sejauh itu.
“Artinya ini tidak bisa dibedakan posisi dia di aliansi dan posisi dia di BEM FEB,” ucapnya.
Bagi Budiman praktik politik dua kaki saat masih menjadi mahasiswa adalah ironi. Menurutnya tindakan mencari keuntungan di dua sisi seperti yang dilakukan Pije, bisa membuka pintu gerbang untuk menuju tindakan yang paling dibenci oleh rakyat di negeri ini: korupsi.
“Ingat, bibit-bibit korupsi, itu dimulai dari awal perjuangan sebenarnya. Ketika sudah melakukan tindakan (politik dua kaki) itu, setidaknya kita bisa melihat ke depannya bagaimana. Sangat jarang ada orang yang bisa berkomitmen pada garis-garis perjuangan,” katanya.
Bagaimana Komitmen Semestinya Digigit
Sikap Aldo yang menolak tawaran Head Section Comrel Pertamina, Alicia Irzanova agar tidak melakukan aksi massa dalam pertemuan terbatas diapresiasi oleh Budiman. Secara eksplisit, ia memuji sifat presiden BEM KM Unmul tersebut sebagai mahasiswa yang menjunjung tinggi komitmen dalam garis pergerakan.
“Itu baru namanya komitmen. Itu baru pejuang, punya komitmen dan integritas. Artinya, meski mau melakukan kegiatan di kampus, tapi tetap menunjukan daya kritisnya,” jelasnya.
Meski harga minyak dunia telah diserahkan pemerintah ke mekanisme pasar, namun gerakan-gerakan mahasiswa masih tetap logis dilakukan. Ia mengambil contoh sifat PDIP yang di era kepemimpinan SBY menjadi partai yang paling getol menolak kenaikan harga BBM. Namun saat rezim partainya yang berkuasa, justru PDIP mingkem tak bersuara.
Dalam posisi seperti ini, peran BEM baik tataran fakultas ataupun universitas dalam menyuarakan aspirasi rakyat terkait kenaikan harga BBM sangat dibutuhkan. Sehingga, harga minyak yang telah dilepas pemerintah ke mekanisme pasar bukan jadi alasan bagi mahasiswa khususnya BEM untuk tidak menyuarakan aspirasi.
“Jadi kalau BEM bergerak, itu memang sudah sewajarnya dan seharusnya. Ingat, lembaga yang saat ini dipercaya rakyat siapa? Mahasiswa sebenarnya. Itu wajar. Yang tidak wajar itu kayak (sifat Pije) tadi,” sebutnya.
Dan untuk mengantisipasi politik dua kaki kembali terjadi di tataran mahasiswa, Budiman berpesan agar mahasiswa sebaiknya sudah paham dan menghindari konflik kepentingan saat menjabat sebagai pengurus BEM. Aktivis mahasiswa, pejabat BEM, menurutnya harus satu kata dengan perbuatan. Saat mahasiswa yang dipercaya sebagai agen perubahan memiliki suara kritis yang bercabang, itu jadi persoalan serius. Boleh jadi di detik itu rakyat telah kehilangan harapan.
“Makanya dalam konteks ini dibutuhkan komitmen dan integritas untuk menyatakan satu kata dengan perbuatan itu tadi. Karena berat jadi mahasiswa dan aktivis itu, harus konsisten dari awal sampai akhir,” tandasnya. (dan/erp/nhh/len/sut/syl/wal)