Sudut Pandang Berbeda dari Kisah Runtuhnya Sriwijaya lewat Novel “Yang Telah Lama Pergi”
Kisah Raja Perompak yang membalaskan dendamnya kepada Kerajaan Sriwijaya
- 26 Jul 2024
- Komentar
- 385 Kali
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
SKETSA – Bicara tentang sejarah kerajaan Indonesia, ada banyak sekali kisah yang dapat dipelajari. Salah satunya kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara yakni kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini pernah menguasai pulau Swarnadwipa atau yang sekarang lebih dikenal dengan Sumatra.
Namun, pernahkah kamu mendengar kisah tersembunyi dari runtuhnya kerajaan yang melegenda itu? Novel karya Tere Liye dengan judul “Yang Telah Lama Pergi” membawa pembaca melihat bagaimana kekalahan kerajaan Sriwijaya melalui sudut pandang musuhnya, yaitu perompak atau bajak laut.
Tere Liye merupakan penulis senior yang merilis bukunya pertama kali pada puluhan tahun yang lalu. Salah satu bukunya yakni “Hapalan Surat Delisa” pertama kali terbit pada 2005 silam.
Melalui buku-bukunya, Tere Liye kerap memberikan pesan-pesan atau kritikan terhadap isu-isu sosial dan pemerintah yang dikemas melalui alur cerita yang seru, termasuk pada buku yang rilis tahun lalu ini.
Sederhananya, Yang Telah Lama Pergi menceritakan perjalanan seorang pembuat peta bernama Mas’ud Al Baghdadi yang berada dalam misinya yaitu menggambar peta pulau Swarnadwipa.
Berasal dari keluarga yang cerdas dengan takdir sebagai pembuat peta, ternyata hal yang membuatnya menjadi petualang tersebut, membawa dirinya berurusan dengan Raja Perompak yang ingin balas dendam dengan Raja dari kerajaan Sriwijaya pada masa itu yakni Paduka Srirama.
Tentunya dalam cerita ini, Mas’ud bukan hanya menjadi pembawa alur cerita, dirinya yang memiliki ingatan dan kecerdasan yang kuat juga ‘terpaksa’ turut andil dalam penyerangan itu. Strateginya dan ide yang luar biasa membantu perompak maju hingga mencapai pusat kerajaan.
Dengan rencana yang dipikirkan hingga bertahun-tahun lamanya, Remasut, sang Raja Perompak, memimpin kelompok dan sekutunya untuk melumpuhkan pertahanan demi pertahanan Sriwijaya.
Pada dasarnya, saat itu kerajaan tersebut tengah mengalami masa sulit, ditambah dengan kondisi pemerintahannya yang rapuh akibat korupsi dan nepotisme yang mewabah.
Cerita tersebut seakan ingin mengubah sudut pandang dunia di mana kebanyakan orang percaya bahwa pemerintah adalah pembawa kebenaran dan keselamatan. Sedangkan orang jahat seperti perompak adalah wabah buruk yang harus dibasmi.
Namun, ternyata di dalam pola tersebut terdapat tipu muslihat yang digunakan kerajaan untuk menutupi keserakahannya akan jabatan. Sedangkan dari sisi perompak ditemukan kebaikan yang tertutup oleh sifat mereka yang liar.
Dengan tebal lebih dari 400 halaman, novel ini membawakan alur cerita yang unik, jalan ceritanya kerap berganti mundur dan maju untuk menjelaskan sebab-akibat dari sang Raja Perompak membangun kumpulan tersebut. Namun hal ini akan mengganggu bagi pembaca yang suka dengan alur maju dan mundur yang beraturan.
Buku ini sebenarnya tidak memiliki kekurangan yang mengganggu alur cerita. Namun, jika pembaca menemukan kekurangan tersebut, maka akan menimbulkan pertanyaan.
Dalam cerita terdapat tokoh yang berasal dari negara-negara yang berbeda, seperti Mas’ud yang berasal dari Baghdad. Selain itu terdapat tokoh Emishi, seorang samurai yang tentunya berasal dari Jepang. Hingga Biksu Tsing yang juga bukan berasal dari tempat dimana Raja Perompak tinggal.
Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana orang-orang dengan latar bahasa yang berbeda itu berkomunikasi? Hal ini tidak dijelaskan sama sekali di dalam novel tersebut.
Cerita Yang Telah Lama Pergi membawa pesan bahwa balas dendam memang adalah perbuatan yang buruk. Namun di sisi lain, balas dendam juga bermanfaat jika dilakukan untuk kebaikan bukan hanya melampiaskan amarah semata.
Jadi itulah tadi ulasan singkat tentang novel sejarah tersebut. Semoga kamu tertarik untuk membaca. (myy/ali)