Pendidik Mengais Masa Kebangun
Guru, pemimpin peradaban yang mencerdaskan dan menyadarkan bangsa

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Menjadi seorang pendidik bukanlah hal yang mudah. Bagaimana tidak? Segala sisi harus dapat ditanggulangi para pendidik dalam andil mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika tidak hadirnya sikap untuk menentang ketidakprofesionalan seorang pendidik, maka bersiaplah menerima nasib bangsa yang sakit.
Menyelami seorang pendidik maka hanya akan mengarah pada sebuah cerita. Walau semua orang dapat mendidik, tapi guru adalah peran terpenting. Guru yang dalam hymne lamanya berlirik “Pahlawan tanpa tanda jasa”. Para guru adalah peran terbaik yang menciptakan banyak cita-cita pada manusia Indonesia.
Guru menjadi pembimbing anak bangsa dalam mengolah segala mimpi. Selama 12 tahun menjadi masa wajib rakyat dalam menempuh pendidikan. Maka, dalam kurun waktu tersebut peran pendidik/guru genting dalam membangun siswa.
Malik Bennabi berujar, peradaban dapat bertahan dalam menciptakan keselarasan spiritualitas, moralitas, dan intelektualitas. Maka peran guru menyelaraskan mimpi peradaban itu. Mimpi untuk mengusangkan sikap feodal dan kolonial pada jiwa manusia Indonesia serta sejalan untuk mencerdaskannya.
Pada masa Soekarno muda, kita mengenal tiga serangkai yang ujar Soekarno sebagai era Masa Kebangun. Ini tercantum dalam catatannya yang berjudul, “Menjadi Guru di Masa Kebangun.” Dalam catatannya, ia menyinggung tentang taman siswa dan meningkatkan sebuah roh kebangsaan. Roh yang ujar Bung Karno terdiri atas tiga hal, yaitu roh kerakyatan, roh kemerdekaan dan roh kekesatriaan. Segenap roh-roh tersebut diharapkan berkobar pada jiwa setiap guru.
Pada masa ini diharapkan semua orang harus bisa menjadi guru dan pemimpin. Ya, Guru! Tetapi juga dapat memimpin siswa. Jadi guru bukan sekedar barang yang turun ke kelas layaknya bankir bank, tetapi ia dapat memberikan maklumat untuk siswa bisa merdeka secara diri, dapat mengilhami ilmu yang didapatkan, juga berani bersikap kritis.
Pada masa tersebut kolonialisme hadir menyusupi segala aktivitas dan pikiran masyarakat. Dengan hal tersebut, Bung Karno menganggap masa kebangun ini menjadi patokan. Patokan akan pentingnya sebuah guru menjadi pengajar dan pemimpin sekaligus.
Hal ini didukung dengan pentingnya membangun character building (pembangunan karakter). Bung Karno menganggap bahwa karakter ini dapat tercipta dengan belajar sejarah secara dinamis.
Dengan gerakan pada membangun bangsa maka ia juga berlandas pada membangun karakter bangsa. Membangun ini membutuhkan para intelektual organik yang ujar Antoine Gramsci untuk hadir. Sebuah intelektual yang hadir dalam memperjuangkan kelas. Sehingga, para intelektual organik ini menjadi pemantik guru dalam memimpin dan mengajar pada arah perjuangan untuk melawan ketidakadilan.
Hegemoni cukup penting untuk memengaruhi. Maka guru harus dapat menguasai dan memberikan pengaruh kuat pada siswa. Pengaruh ini bukan beralasan nantinya memperalat. Tetapi, menunjukkan bahwa hegemoni ini jalan penyadaran akan pentingnya pendidikan.
Sehingga dengan penyadaran sebagai pemimpin untuk pendidik, harapannya akan timbul sebuah kesadaran tentang pentingnya pendidikan, bukan sekedar menjadi pemuja makanan. Makanan yang diberikan sehingga manut bak badut istana dalam film Spongebob episode Dunces and Dragon.
Sejarah menjadi cerita yang bukan hanya menjadi ketikan atau omongan kosong. Tetapi sebagai bahan pemantik dalam mengartikan bahwa sadar sejarah akan sadar pentingnya kepemimpinan. Guru yang berhasil memimpin akan mencapai mimpi untuk mencerdaskan bangsa laiknya amanat undang-undang.
John Dewey, seorang filsuf pendidikan menyatakan bahwa “Pendidikan adalah alat menyehatkan demokrasi”. Jika pendidikan itu benar-benar meresapi jiwa rakyat, maka diharapkan demokrasi berjalan baik adanya. Berjalan tanpa lagi timbul permasalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi di tengah-tengah isu pendidikan.
Menjadi guru dan menyadarkan pentingnya pendidikan memang sebuah Via Dolorosa. Tetapi, mengabdikan diri di dalamnya adalah nikmat yang luar biasa. Karena dari Masa Kebangun ini kita dapat belajar bahwa menentukan Machtsvorming itu memang harus ulet. Kesadaran pendidikan akan membawa kita pada arus pencerdasan.
Opini ini ditulis oleh Muhammad Rifqi Al Bisri Batubara, mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unmul 2022.