Krisis Mental dan Kesenjangan Gender yang Dibalut dalam Novel “The Vegetarian” Karya Han Kang
Novel tentang depresi dan patriarki

Sumber Gambar: Ai Nasyrah Nurdea
SKETSA – Perih, mungkin menjadi perasaan yang dapat mewakili pembaca pada karya setebal 222 halaman ini. Han Kang sebagai pencipta karya sukses menyalurkan keresahannya dengan apik.
Diterbitkan oleh Bentara Aksara Cahaya setelah diterjemahkan oleh Dwita Rizki, novel ini mengulas hidup Kim Yeong Hye. Seorang perempuan Korea yang memutuskan untuk menjadi seorang vegetarian di pertengahan hidupnya.
Keputusan tersebut perlahan memangkas kedekatannya dengan anggota keluarga, bahkan suaminya. Yeong Hye mulai menjadi seorang vegetarian sejak ia memimpikan hal aneh. Mimpi yang terus mengganggunya, hingga ia sulit tidur dan mulai melakukan hal-hal yang tidak normal.
Yeong Hye bukan hanya melarang dirinya sendiri, tetapi ia tidak membiarkan suaminya memakan daging. Dirinya juga bahkan menjaga jarak karena merasa bau tubuh suaminya yang seperti aroma daging.
Sikap Yeong Hye semakin menjadi-jadi ketika jamuan makan malam keluarga besar diadakan. Di Korea, memakan daging adalah sebuah budaya. Maka sangat biasa apabila menu jamuan makan malam hampir seluruhnya berupa daging.
Yeong Hye menolak makan, bahkan ia mengiris pergelangan tangannya sendiri dengan pisau ketika sang ayah menyuap paksa mulutnya.
Sejak saat itu, Yeong Hye dianggap menderita gangguan jiwa oleh keluarganya. Tubuhnya semakin mengurus dan tulang-tulangnya semakin menonjol. Tetapi rupanya hal itu membuat suami kakaknya memiliki ketertarikan secara seksual dengannya.
Kesehatan mental dan perempuan menjadi isu yang digarisbawahi dalam novel ini. Di Korea Selatan, krisis kesehatan mental menjadi masalah yang serius. Kian tahun kasus depresi naik cukup signifikan.
Hal-hal yang dialami Yeong Hye berkaitan erat dengan kesehatan mental. Penulis beranggapan, Han Kang ingin menyampaikan bahwa orang terdekat memiliki peranan penting untuk mendukung kesehatan mental anggota keluarganya. Ini ditunjukkan dengan Yeong Hye yang semakin menjadi-jadi ketika ia tidak mendapat dukungan.
Di samping itu, Han Kang memusatkan perempuan sebagai sosok yang sangat menderita. Bayangkan, Yeong Hye yang mengalami depresi menjadi objek kepuasan seksual kakak iparnya.
Potongan kejadian tersebut menunjukkan di Korea Selatan perempuan ditempatkan sebagai objek, maka patriarki dan kesenjangan gender masih melekat kuat di sana. Mengutip dari Kompas.com, Korea Selatan menempati urutan ke-99 dari 149 negara dalam peringkat kesenjangan gender.
Isu-isu yang diseret Han Kang ini membawanya pada Hadiah Nobel Sastra 2024. Gelar ini pantas diraih, sebab karya artistiknya sukses melukiskan kondisi darurat yang dialami oleh negara asalnya dengan emosional dan metafora yang konsisten.
Jadi, maukah kamu menemani Yeong Hye melewati masa krisis mentalnya? (mlt/myy)