Resensi

12 Angry Men: Perdebatan 12 Juri Persidangan Terhadap Seorang Terdakwa

12 Angry Men, dua belas juri yang memutuskan hidup dan mati seseorang dalam sebuah persidangan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Pinterest

Sutradara:  Sidney Lumet

Pemain:  Henry Fonda, Lee J. Cobb, Jack Klugman, Ed Begley, Jack Warden, E. G. Marshall, Joseph Sweeney, George Voskovec, Martin Balsam, John Fiedler, Edward Binns, Robert Webber.

Sinematografi:  Boris Kaufman

Musik:  Kenyon Hopkins

Distribusi:  United Artists

Genre:  Drama

Durasi:  96 menit

Tanggal  Rilis: 10 April 1957

SKETSA  – Nampaknya, karya legendaris berjudul 12 Angry Men ini cocok dijadikan wujud nyata dari istilah old but gold. Bagaimana tidak, film klasik yang sudah dirilis selama hampir 64 tahun silam tersebut berhasil melahirkan 17 penghargaan dan terdaftar sebagai nomisasi Oscar dalam kategori Best  Picture, Best Director, dan Best Writing. Bahkan, film ini turut memecahkan rating sempurna yakni sebesar 100 persen di Rotten Tomatoes dan 9/10 di IMDb.

Ruang persidangan menjadi adegan pembuka yang disuguhkan pada menit-menit awal ketika film dimulai. Di sanalah, tampak seorang remaja yang tengah diadili sebagai tersangka yang menikam ayah kandungnya hingga tak bernyawa. Setelah jaksa penuntut menyelesaikan tugasnya, para saksi memberikan keterangannya masing-masing. Ketika bukti sudah dirasa cukup, hakim mempersilahkan kedua belas juri yang hadir untuk berunding dan memberikan keputusan apakah terdakwa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah. Kemudian, adegan beralih latar ke sebuah ruangan dengan meja panjang yang dikelilingi oleh banyak kursi.

Di ruangan itulah kedua belas juri yang tidak saling mengenal, dengan latar belakang dan karakter yang berbeda, berkumpul untuk memberikan keputusan bulat terkait nasib terdakwa. Juri nomor 1 yang juga merangkap sebagai moderator selama perundingan berlangsung, menyarankan agar mereka melakukan voting. Cara yang cukup mudah untuk menentukan hidup-mati seseorang, karena terdakwa terancam dijatuhi hukuman mati jika juri memutuskan bahwa ia bersalah. Voting pun dilakukan dengan hasil yang tak terduga, yakni 11 suara bersalah dan 1 suara tidak bersalah.

Konflik muncul ketika film ini memasuki adegan saat para juri menerima perbedaan suara. Pasalnya, juri nomor 8 memberikan pendapat yang berbeda dari kesebelas juri yang lain. Ini membuat perundingan menempuh waktu yang lebih lama. Karena dengan perbedaan suara tersebut, para juri akan berdiskusi untuk membulatkan suara dan sebagian juri geram karena menganggap juri nomor 8 membuang waktu secara cuma-cuma.

Hasil voting tadi kemudian menggiring kedua belas juri dalam sebuah perdebatan. Juri nomor 8 bersikeras bahwa terdapat kemungkinan terdakwa tidak bersalah. Pernyataan yang dibuatnya bukan sekedar omong kosong belaka, tetapi disertai bukti dan analisis yang masuk di nalar. Setelah juri nomor 8 selesai memaparkan analisisnya, voting kembali dilakukan untuk yang kedua kalinya. Lagi-lagi, pemungutan suara itu membuahkan hasil yang tak terduga. Kali ini, terdapat 10 suara bersalah dan 2 suara tidak bersalah. Artinya, para juri harus kembali berdebat dengan analisis mereka masing-masing dan kembali melakukan voting hingga suara menjadi mutlak.

Walaupun 12 Angry Men tampil dengan tone warna hitam putih ala film lawas dan hampir keseluruhan hanya disorot di satu tempat dengan waktu yang sama. Penonton tidak akan merasa bosan karena perdebatan antar tokoh disampaikan secara intens. Apalagi, cuaca yang panas dan lembab membuat perdebatan berlangsung semakin tak terkendali karena beberapa tokoh menjadi lebih mudah tersulut amarah. Tidak perlu teknologi special  effect ataupun scoring yang dramatis, adegan-adegan yang ada di film ini sudah sangat emosional dengan argumen yang luar biasa.

Kedua belas tokoh tersebut berhasil membawakan perannya masing-masing dengan sangat baik dan menarik. Percakapan dan gesture yang mereka lontarkan secara tidak langsung mencerminkan kepribadiannya masing-masing. Mulai dari karakter yang egois, tenang, cerdas, sopan, keras kepala, arogan hingga karakter yang labil. Setiap tokoh memiliki porsi screen time yang hampir sama, walaupun juri nomor 8 tetap ditonjolkan sebagai tokoh utama.

Analisis-analisis serta reka adegan yang dilakukan oleh para juri berdasarkan keterangan para saksi, kemudian membuka detail-detail yang terlewat dalam persidangan. Lantas, apakah hasil akhir voting menjadi 12 suara bersalah, atau 12 suara tidak bersalah? Segera tonton untuk temukan jawabannya! (ems/fzn).



Kolom Komentar

Share this article