Menguak Kebenaran di Balik Jeruji: 2nd Miracle in Cell No. 7 Menghadirkan Tangis & Gelak Tawa
Film emosional tentang makna keluarga dan perjuangan akan keadilan

Sumber Gambar: Website IMDb
SKETSA - Penuh haru dan menyentuh hati akan arti sejati dari keluarga dan cinta, “2nd Miracle in Cell No. 7” versi Indonesia adalah sekuel yang dinantikan dari film pertama yang sukses besar. Falcon Pictures berhasil melanjutkan cerita sekuelnya dengan sangat matang, menjadikan “2nd Miracle in Cell No. 7” tampil apik pada penayangan keduanya di layar kaca.
Dilansir dari IMDb, film tersebut mampu mencapai rating yang cukup memuaskan, yakni sebesar 7,8/10. Meski awalnya diragukan, film kedua yang mulai tayang pada 25 Desember 2024 dan berdurasi 147 menit ini berhasil menyentuh hati para penonton dengan pesan moral yang kuat dan komedi yang segar.
Pada sekuel kedua ini, kita sekali lagi bertemu dengan Dodo Rozak (diperankan oleh Vino G. Bastian), seorang ayah tunggal yang mengidap intellectual disabilitas cross autisme atau yang lebih dikenal dengan disabilitas intelektual. Dodo dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis kecil bernama Melati, meskipun ia sebenarnya tidak bersalah.
Sekuel ini membawa penonton ke kehidupan Kartika (diperankan oleh Graciella Abigail), putri kecil Dodo. Kartika harus menjalani hidupnya tanpa kehadiran sang ayah, Dodo. Di awal film, kita langsung disuguhkan dengan prolog manis perayaan ulang tahun ke-10 Kartika bersama para narapidana sel nomor 7.
Kartika kecil percaya bahwa ayahnya hanya dipenjara dan sedang menjalani masa hukumannya. Tetapi kenyataannya, Dodo telah dieksekusi mati. Rupanya, semua pihak sudah sepakat untuk menyembunyikan kenyataan bahwa Dodo sudah dieksekusi mati demi melindungi perasaan Kartika.
Selaku Kepala Lapas yang menampung Kartika, Hendro (diperankan oleh Denny Sumargo) tetap ingin merahasiakan nasib tragis yang dialami ayahnya. Begitu pula dengan teman-teman satu sel ayahnya yang juga masih menutup rapat fakta dan berusaha bersikap biasa saja saat Kartika masih diselundupkan ke dalam sel untuk menjenguk ayahnya.
Film ini dipenuhi dengan kilas balik yang memperlihatkan pertemuan Dodo dengan istrinya, Juwita (diperankan oleh Marsha Timothy) sebelum mereka menikah. Kisah cinta mereka yang unik dan indah memberikan nuansa emosional yang kuat bagi penonton.
Adegan ini membuka mata kita akan stigma negatif yang dilontarkan oleh orang-orang sekitar mereka. Namun, pertemuan antara Dodo yang notabenenya memiliki keterbelakangan mental dengan Juwita, seorang guru di sekolah luar biasa, menggambarkan bahwa cinta bisa tumbuh di tempat yang paling tidak terduga.
“2nd Miracle in Cell No. 7” juga diperkaya dengan unsur komedi yang segar. Para komedian ternama Indonesia seperti Indra Jegel, Indro Warkop, Tora Sudiro, dan Bryan Domani berhasil menampilkan akting memukau lewat ciri khas mereka masing-masing yang mengundang gelak tawa para penonton.
Hal tersebut mampu menciptakan film dengan genre komedi keluarga yang menarik. Humor khas dari para narapidana di sel nomor 7 menyeimbangkan kesedihan dan kesederhanaan Dodo selama menjalani hukuman.
Meskipun berada di balik jeruji besi, para napi dapat menemukan cara untuk tertawa dan bercanda, menunjukkan bahwa tawa bisa menjadi cara terakhir untuk melawan keputusasaan. Ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri yang menyentuh hati para penonton.
Kehadiran karakter-karakter baru turut memperkaya dinamika cerita. Setiap tokoh memiliki latar belakang dan perjuangan yang unik, yang menambah kedalaman emosional “2nd Miracle In Cell No. 7”.
Film ini juga fokus mengangkat isu ketidakadilan dalam sistem hukum, di mana oknum-oknum yang memiliki kuasa menyalahgunakan wewenangnya karena dendam pribadi. Melalui film ini, kita diajak untuk merenungkan dan membuka kesadaran khalayak umum bahwa masih banyak kasus salah tangkap yang berujung ketidakadilan.
Karena film ini merupakan sebuah sekuel, maka film ini hanya melanjutkan kisah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dari sekuel pertama. Bagi sebagian orang akan berpikiran malas jika ingin menonton sekuel kedua ini, sebab harus menonton sekuel pertamanya terlebih dahulu.
Akan tetapi, pengenalan dan perjalanan cerita di sekuel pertama cukup mudah dipahami dan dijelaskan ulang di sekuel kedua, hal ini memudahkan penonton untuk dapat memahami alur cerita secara keseluruhan.
Narasi di film kali ini lebih berlapis dengan alur cerita maju-mundur dan sinematografi yang cukup baik. Alur yang dipenuhi konflik adopsi dibalut dengan humor lokal yang lebih mudah diterima ditelinga penonton Indonesia, menjadikan film ini sebagai pembeda yang menonjol dari film asalnya di Korea Selatan yang lebih menekankan tentang kisah memilukan dan diskriminasi disabilitas.
Film ini ditutup dengan ending yang sangat emosional dan memuaskan bagi para penonton. “2nd Miracle in Cell No. 7” merupakan film yang cocok untuk refleksi diri tentang kasih sayang, keadilan, penegakan hukum, dan arti keluarga. Film ini layak menjadi pilihan bagi keluarga dan mereka yang ingin menikmati kisah yang penuh dengan emosi, tawa, dan renungan mendalam. (zie/ali)