Sudut Jalan Kota
Sudut jalan kota sering lebih menjanjikan untuk hadapi sepinya manusia.
Sumber Gambar: Restu Almalita
Dalam gegap gempita yang diburu mimpi
Kota ini simpan harmoni
Tersimpul dalam ambisi
Berpacu sang waktu tiap hari
Tepianku dalam sampul keberagaman
Pusat peradaban
Penuh pertanyaan dan keraguan
Terhadap yang pergi dan tinggal
Dibuktikan masa tiap jengkal
Melangkah jauh dari rumah
Tepian yakinkan harap yang merekah
Kota yang sama buat ragu jadi tak punya sekatnya
Bertekuk, bersemoga, bersenandung, bercengkrama, berdoa di hadapan pencipta
Menuju amin atas nasib baik manusia
Malam merangkak lebih cepat
Tak beri ruang untuk mereka yang masih cemas karena nasib malang
Siap hadapi petang
Dan korbankan yang disayang
Sudut kota tampak lebih bersahabat
Buyarkan lamunan
Refleksikan kemauan
Terhadap hari yang dijalani makin hilang makna
Oh Tuhanku!
Bukan sudut kota ini yang kucemaskan
Bukan pula nasib malang yang kuprihatinkan
Namun diri yang dipaksa jadi penghasil tanpa pernah berpikir pulang ke pangkuan yang nyaman
Pulang, dan menghela nafas di sela ambisi setara gedung pencakar langit
Lihatlah! Jiwa yang damai atas hari hari dan semoga yang telah diutarakan pada Tuhan
Damai atas syukur yang ditulis di buku harian
Sudut kota, tampak lebih menjanjikan dalam sepinya manusia.
Ditulis oleh Restu Almalita, mahasiswi FISIP Ilmu Komunikasi 2018.