Press Release

BBM Naik Tiap Saat, Masyarakat Resah dan Gelisah

Freijae Rakasiwi (sumber foto: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


"Fluktuasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bukan saja memperbesar beban masyarakat pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya dan akan mengakibatkan kesenjangan pada masyarakat."

Pemerintah kembali berulah menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat panik, dan gelisah. Selama awal Februari hingga akhir Maret masyarakat merasa was-was di tengah himpitan kesenjangan ekonomi saat ini. 

Betapa tidak, di awal tahun, masyarakat sudah disuguhkan dengan naiknya harga beras, tanggal 24 Februari 2018 secara resmi Pertamina menerapkan harga BBM Non Subsidi naik karena fluktuasi minyak mentah dunia. Untuk ketiga kalinya. Akhir Maret 2018, pemerintah kembali menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Kenaikan itu sebesar Rp 200 per liter dan berlaku di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia.

Jelas, ini tamparan keras buat masyarakat. Biaya hidup membengkak dan pengeluaran semakin banyak. Ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang menerapkan harga BBM Non Subsidi disesuaikan dengan harga minyak mentah dunia. Pemerintah tak mampu lagi menyubsidi semua jenis BBM yang dirasakan masyarakat dengan alasan tidak tepatnya sasaran subsidi dan terjadi efisiensi anggaran dengan dialihkan ke pos anggaran infrastruktur.

Diperparah lagi, pemerintah tidak menambah anggaran subsidi untuk BBM Subsidi sehingga hutang kepada pertamina pun tak terelakan sebanyak 24 Triliun. Ini menjadi akar penyebab kelangkaan BBM jenis premium maupun solar di seluruh indonesia.

Penyesuaian harga BBM Non Subsidi merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus naik dengan harga US$ 65 per barel. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Akibat naiknya harga minyak dunia ini, kerugian biaya yang diderita Pertamina sampai Februari 2018 sebesar Rp 3,9 triliun.

Sementara itu, saat ini kita semua melihat betapa sulitnya kehidupan masyarakat di tengah melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan kesehatan. Sementara Lapangan kerja semakin sempit dan kesempatan berusaha semakin sulit. Kebutuhan operasional sehari-hari kian membengkak, jelas masyarakat semakin sengsara dengan dipaksa membeli BBM jenis Non Subsidi karena langkanya BBM Subsidi di pasaran.

Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM tentu berdampak buruk bagi masyarakat, terutama rakyat miskin. Harga-harga tentu akan berpengaruh. Akibatnya, daya beli masyarakat merosot. Jumlah penduduk miskin makin besar. Sebab, transportasi dan belanja BBM telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat.

Kenaikan harga BBM menyumbang inflasi sebanyak 1,5%. sehingga harga-harga kebutuhan pokok menjadi naik dan daya beli masyarakat menjadi merosot.

Dengan dasar diatas, BEM FEB Unmul menyatakan Sikap:

1. Menolak Kenaikan Harga BBM yang menyengsarakan rakyat.
2. Menuntut Pemerintah untuk menjaga ketersediaan BBM Subsidi rakyat.
3. Menuntut Pemerintah untuk mendistirbusikan BBM Subsidi ke seluruh SPBU Kalimantan Timur.

Setiap kali ada kenaikan harga BBM, masyarakat selalu menolak karena akan menimbulkan dampak buruk. Mengingat keberadaannya yang begitu penting, maka apapun kondisi atau sesuatu yang timbul dari BBM akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat, termasuk tarifnya dan akan memberikan multiplayer efek yang begitu besar bagi semua sektor kehidupan.

Pemerintah sama sekali tidak berpihak kepada rakyat, selalu menerapkan kebijakan salah kaprah. Kesejahteraan rakyat menjadi pilar utama dalam sebuah kebijakan, bukan dinomor duakan. Teruslah menguggat, nyanyikan melodi perlawanan, bahwa rakyat tidak sepakat BBM naik!

Hidup Rakyat Indonesia!

Salam,

"Dedikasi untuk Indonesia"

Ditulis oleh: Freijae Rakasiwi, Gubernur BEM FEB Unmul 2018 pada 29 Maret 2018.



Kolom Komentar

Share this article