Opini

Sehat Bagi Seluruh Rakyat Indonesia!

Opini hari kesehatan

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Sehatq

Sejak tahun 1950, tanggal 7 April diperingati sebagai “World Health Day” atau Hari Kesehatan Dunia. Hal ini ditujukan untuk menciptakan kesadaran terkait permasalahan kesehatan. Setiap tahunnya, tema yang diusung dalam peringatan ini disesuaikan dengan bidang prioritas yang sedang menjadi perhatian World Health Organization (WHO).

Dilansir dari laman resmi who.intl, tema dari World Health Day tahun 2021 adalah “Building a Fairer, Healthier World”. Tema yang berarti membangun dunia yang lebih adil, dan lebih sehat ini ditujukan sebagai bentuk kampanye dari permasalahan kesehatan saat ini.

Pandemi Covid-19 telah menjadi permasalahan hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Dampak dari pandemi Covid-19 tak hanya mempengaruhi permasalahan kesehatan namun juga sosial, pendidikan, bahkan ekonomi. Hal ini pun sangat berdampak pada masyarakat dengan pendapatan yang kurang, memliki kondisi perumahan yang tidak layak, serta pendidikan rendah, yang mempengaruhi akses lingkungan yang aman serta memiliki air dan udara yang bersih.

Selain itu, permasalahan itu juga disebabkan kurangnya ketersediaan pangan yang dimiliki, ditambah dengan kurangnya akses untuk pelayanan kesehatan. Masalah ini menjadikan mereka yang sebelumnya rentan terpapar penyakit menjadi lebih rentan lagi. Oleh sebab itu, WHO berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap orang, di mana pun dapat mewujudkan hak atas kesehatan yang baik.

Di Indonesia sendiri, hak untuk hidup sejahtera lahir batin dan hak mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan hak warga yang termaktub dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan nasional dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Pada tahun 2014, sebagai bentuk komitmen untuk memberikan perlindungan hak kesehatan, pemerintah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diperuntukan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tercapainya jaminan kesehatan semesta atau Universal health Coverage (UHC) tahun 2019 merupakan target pemerintah. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PRAKARSA, cakupan kepesertaan JKN berdasarkan data per Desember 2019 , baru 224,1 juta atau 83 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Dapat diartikan bahwa target yang dicanangkan pemerintah gagal untuk dicapai.

Terlambatnya capaian kepesertaan JKN, tentu berhubungan dengan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan yang selalu menjadi permasalahan di setiap tahunnya. Mengutip data penelitian dan pengembangan (Litbang) Kompas, Defisit BPJS pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp1,94 triliun, lalu di tahun 2015 defisit Rp4,42 triliun, tahun 2016 turun menjadi Rp150 milyar. Setelah itu, membengkak kembali menjadi Rp13,8 triliun di tahun 2017, Rp19,4 triliun di tahun 2018, dan Rp13 triliun di tahun 2019. Namun, pada tahun 2020, BPJS Kesehatan mencatatkan surplus arus kas Rp18,7 triliun.

Hal itu tentu kasus yang baik, namun perlu diperhatikan apakah bersifat permanen atau hanya sementara. Pasalnya, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), ditengah Covid-19 kunjungan peserta JKN-KIS ke fasilitas kesehatan berkurang hingga 40 persen. Tentu antisipasi perlu dilakukan oleh pihak BPJS Kesehatan, demi mencegah terjadinya defisit kembali pada keuangan BPJS kesehatan, jika sekiranya setelah keadan normal maka peserta JKN-KIS yang kembali berobat membludak.

Tak berhenti di situ, tidak meratanya cakupan pelayan kesehatan juga menjadi penyebab dari tidak tercapainya target UHC 2019. Seperti penelitian yang dilakukan oleh PRAKARSA, mereka menemukan bahwa beberapa provinsi di Pulau Jawa dan bagian Barat Indonesia memiliki cakupan layanan kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan provinsi di luar Jawa, terutama bagian Timur Indonesia.

Untuk mencapai UHC, pemerataan cakupan pelayanan kesehatan tentu harus diterapkan. Tidak hanya di Pulau Jawa saja, namun juga di luar Jawa, terkhusus bagian timur Indonesia. Kesenjangan dan ketidaksetaraan alokasi sumber daya daerah, kepemilikan Jaminan Kesehatan Nasional, penerapan akses perawatan bagi pengguna JKN yang kurang berkualitas di beberapa daerah, serta kemiskinan yang berhubungan erat dengan munculnya masalah kesehatan, menjadi hal yang harus segera diatasi oleh pemerintah.

Ditulis oleh Winda Wulandari, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM 2019.





Kolom Komentar

Share this article