Opini

Menilik Momentum Hari Listrik Nasional

Kasus gelap gulita masih menjadi momok di Indonesia.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: reqnews

Indonesia sebuah negara kepulauan, negara dengan jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara dan nomor 5 di dunia. Dengan berbagai sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Tapi, apakah semua itu bisa jadi jaminan rakyat sejahtera? Tentu saja pada kenyataannya tidak. Begitu banyak permasalahan yang ada di Indonesia, terlebih kasus gelap gulita yang masih menjadi momok.

Terdapat 34 provinsi di Indonesia dengan 516 kabupaten atau kota yang ada di Indonesia, masih ada yang belum pernah merasakan listrik mengaliri wilayahnya. 76 tahun Indonesia merdeka, terlalu dini kita ucapkan bahwa rakyat sejahtera. Dari sebuah penerangan saja masih ada timpang sebelah. Blok barat dan blok timur pun ikut tercipta. Dari Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo, dari Kabinet Presidensial hingga Kabinet Indonesia Maju, permasalahan ini tidak pernah terselesaikan.

Dari 75 ribu desa, 433 desa di antaranya belum mendapatkan aliran listrik. Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) dengan topik Peningkatan Rasio Elektrifikasi Pedesaan, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Menurut Jokowi, dari 433 desa tersebut tersebar di empat provinsi. Keempat provinsi tersebut yakni Provinsi Papua, lalu Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku.

Lagi dan lagi Indonesia bagian timur yang selalu merasakan tidak meratanya, lambatnya, pemerataan untuk kesejahteraan. Dengan berbagai SDM atau pun SDA yang ada, Indonesia masih belum mampu memberikan rasa serta asa dari kata sejahtera. Nampak dari saat ini, Hari Listrik Nasional sebuah realita yang kita temui dan hadapi. Konon katanya kita hidup di era modern, tapi nyatanya di beberapa tempat dan lokasi masih jauh dari kata modern, bahkan masih jauh dari sebuah peradaban modern.

Saat ini angka rasio elektrifikasi di Indonesia sudah menyentuh angka 99,48%. Namun, masih belum menyentuh listrik untuk 433 desa tersebut. Untuk itu, Jokowi meminta agar segera mengidentifikasi desa yang belum berlistrik ini, sehingga pemerintah bisa menentukan strategi dan pendekatan teknologi seperti apa yang bisa digunakan.

Tapi nyatanya data tersebut tidak nyata kebenarannya. Karena Rasio elektrifikasi semestinya menyorot penggunaan listrik selain untuk penerangan dan mengukur seberapa jauh listrik menggenjot perekonomian warga, seperti kata pegiat energi. Karena pada realitanya, setidaknya 500 ribu rumah tangga di Indonesia belum memiliki akses listrik hingga Mei 2021, menurut data pemerintah. Mayoritas mereka tinggal di desa terpencil atau terluar.

Miris rasanya melihat negara yang besar nan kaya seperti Indonesia ini masih memiliki masalah seperti ini dengan berbagai kekayaan SDM atau pun SDA nya. Terlebih lagi, wacana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta menuju Kalimantan Timur yang dalam progress besar pemerintahan Pak Jokowi untuk 2024 mendatang.

Mengutip Pasardana.id, bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN siap memenuhi kebutuhan listrik Ibu Kota Negara (IKN) di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kaltim.

Sebuah ucap kata optimistis yang dilontarkan oleh GM PLN sangat tidak sejalan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Menjadikan Provinsi Kalimantan Timur menjadi Ibu Kota Negara yang baru mungkin bisa saja kita sampaikan bahwa itu hanya mimpi di siang bolong. Sebuah angan angan yang tidak akan pernah tercapai. Bagaimana tidak?

Provinsi Kalimantan Timur saja dengan jumlah produksi Batu Bara terbesar di Indonesia di beberapa banyaknya desa masih ada yang belum merasakan indahnya cahaya malam dari sebuah lampu yang teraliri dari sebuah Pembangkit Listrik Negara. Bagaimana bisa mereka dengan percaya dirinya mampu mengatakan dapat memindahkan Ibu Kota Negara? Bagaimana bisa? Sedangkan sebuah desa saja yang ruang lingkupnya masih kecil saja pemerintah belum mampu memberikannya secara nyata. Lalu kemudian mereka hadir dan berbicara akan memindahkan Ibu Kota? Bukan kah ini hanya sebuah omong kosong dan khalayan belaka? Karena sejatinya kita mengetahui bahwa daya listrik yang di butuh kan oleh sebuah Ibu Kota Negara sangatlah besar.

Sekali lagi, di moment Hari Listrik Nasional, momen ini terlihat lucu dan konyol karena saat akan memindahkan IKN, listrik saja sering padam tanpa alasan yang jelas di waktu yang sangat acak sekali. Jika sebuah hal kecil saja belum dapat terselesaikan, maka jangan pernah berharap pada sebuah hal besar yang akan di lakukan.

Selamat Hari Listrik Nasional, engkau ada untuk mereka dan tiada untuk jelata.

Walaupun undang-undang berkata, nasib buruk ini selalu menimpa.

76 Tahun Indonesia merdeka, masih jauh dari kata sejahtera.

7 Presiden telah bekerja, masih jauh dari kata merata.

Ratusan dan bahkan ribuan anggota dewan bertahta,

masih jauh dari sebuah harap rakyat Indonesia.

Opini ditulis oleh Irvan Sulistiawan, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2018, Staf Kementerian Sosial Politik BEM KM Unmul.



Kolom Komentar

Share this article