Menghentikan Puisi ‘Ibu’ Chairil Anwar
Luput dari perhatian masyarakat, dua puisi ini bukan ciptaan Chairil Anwar
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Puisi berjudul ‘Ibu’ yang digadang-gadang milik Chairil Anwar banyak dibahas dan dilombakan. Di berbagai kanal media sosial, puisi ini masih eksis terutama pada peringatan hari ibu. Namun, apakah benar puisi itu milik Chairil Anwar?
Penulis mengira begitu, sampai pada Minggu (28/4) malam. Pada acara “Menyala Dalam Karya: Perayaan 75 Tahun Chairil Anwar”, yang dihadiri Dahri Dahlan dan Dadang Ari Murtono sebagai sastrawan Kaltim untuk memantik diskusi, penulis mendapat fakta bahwa puisi Ibu bukanlah milik Chairil Anwar.
Bagi pembaca setia puisi-puisi Chairil Anwar, pasti dapat mengetahui secara gamblang bahwa puisi tersebut bukanlah puisi yang dihasilkan dari pemikiran Chairil yang individualistik dan keras. Diksi dalam puisi Ibu terlalu menasehati, sangat bukan Chairil. Kita bandingkan saja penggalan puisi ‘Doa’ dengan puisi ‘Ibu’.
Doa
Tuhanku dalam termangu aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh
cahayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Ibu
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya memperbaiki kelemahan
Apakah anda bisa merasakan perbedaannya? Apakah puisi dengan wajah pertama mirip dengan puisi yang kedua? Saya rasa kedua puisi ini jelas berbeda. Tampak pada pemilihan kata, penggabungan makna kata satu dengan yang lainnya. Kedua puisi ini tidak ditulis oleh orang yang sama.
Siapa penulis puisi Ibu, barangkali Chairil tapi Chairil yang lain, bukan Chairil Anwar si pelopor puisi modern. Apa yang ada di dalam pikiran Chairil sampai menulis puisi yang bukan dirinya banget. Ini aneh sekali.
Puisi Ibu, barangkali juga ditulis oleh seseorang yang ingin menaikkan jumlah pengikutnya di situs pribadi dan menggunakan nama Chairil agar puisinya dikenang. Terutama pada saat peringatan hari ibu. Sekarang, orang itu berhasil mengecoh kita semua. Berapa banyak dari kita yang sudah menggunakan puisi ini pada tanggal 22 Desember?
Mirisnya lagi, dikatakan dalam diskusi bahwa sekelas pemerintahan Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, masih menganggap puisi Ibu diciptakan oleh Chairil Anwar. Puisi ini masih masuk di buku-buku sekolah sebagai pembelajaran.
Betapa lucunya, sekelas pemerintah saja belum dapat melakukan cek dan ricek yang mendalam terhadap satu puisi. Padahal informasi dari pemerintah dianggap sebagai salah satu kebenaran oleh masyarakat. Jika tidak ada klarifikasi, maka pemerintah telah melakukan kebenaran yang gagal.
Tak hanya difitnah dengan satu puisi, Chairil juga difitnah atas puisi ‘Benci dan Cinta’ yang diksinya lagi-lagi tidak menunjukkan Chairil banget. Sayangnya lagi, puisi ini masih beredar luas di internet yang dapat diakses semua orang dan menjadi sumber rujukan.
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan benci
Dalam satu tarikan napas
Bagaimana bisa seorang Chairil yang mampu merangkai kalimat Aku ini binatang jalang, Tuhan aku hilang ramuk justru memilih diksi Aku tidak pernah mengerti. Ini kan sangat aneh. Sungguh keji tuduhan atas Chairil Anwar yang menjadi pencipta atas puisi-puisi yang tidak puitis dan tidak pemberani.
Tuduhan atas nama Chairil terhadap puisi antah berantah perlu dihentikan. Sebagai pemegang kebenaran atas informasi ini, penulis berharap kepada pembaca untuk menyebarluaskan kebenaran bahwa puisi berjudul Ibu serta Benci dan Cinta bukanlah puisi ciptaan Chairil Anwar sang penggagas puisi modern Indonesia.
Opini ditulis oleh Ai Nasyrah Nurdea, mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia, FIB 2022