Opini

Makna Hari Ibu di Tanah Rantau

Ilustrasi (Sumber: Grid.ID)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sebagai salah satu mahasiswi yang merangkap sebagai anak rantau, saya selalu merindukan rumah. Mungkin sebagian dari kita berpikir, bahwa jauh dari rumah tanpa pengawasan orang tua adalah masa-masa yang menyenangkan. Namun, tidak bagi saya.

Saya memiliki hubungan yang dekat dengan Ibu saya, terlepas dari kami adalah anak-beranak. Mungkin apa yang kalian rasakan ketika berada dekat dengan Ibu kalian, sama dengan yang saya rasakan, nyaman.

Dahulu, saya ingin menjauhi Ibu saya karena beliau terus memarahi dan mengomeli saya tanpa henti. Berbagai pekerjaan selalu tak rapi di matanya. Sebagai anak remaja yang labil saat itu, saya begitu kesal dan ingin sekali pergi jauh dari rumah.

Kemudian tibalah ketika saya harus pergi berkuliah di kota Tepian. Tanpa saya duga, saya dengan cepat merindukan Ibu saya. Saya kehilangan sesuatu yang setiap pagi, siang, dan malam saya dengar, omelannya. Saya kemudian sadar, bahwa setiap omelan yang dia lontarkan berisi pesan-pesan sayang yang tersirat.

22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Di momen seperti ini, sebisa mungkin saya akan menghubungi Ibu saya atau kembali pulang ke rumah. Kemudian saya akan memeluk beliau dan berkata, "Aku kangen!" yang kemudian akan di sambut dengan jeweran telinga, mengatakan kalau saya lebay. Namun di balik kata tersebut, dia tersenyum simpul. Itulah yang paling membuat saya senang.

Saya merasa bersyukur bahwa saya dikaruniai seorang Ibu yang sangat memerhatikan anak-anaknya, serta sangat bertanggung jawab dalam membesarkan anak-anaknya. Kelak, ketika saya menjadi seorang Ibu, saya ingin menjadi Ibu yang luar biasa bagi anak-anak saya.

Semoga saat ini kalian dapat berkumpul bersama Ibu kalian. Kecup dan ciumlah tangannya. Selamat Hari Ibu, bagi semua Ibu yang luar biasa bagi keluarganya.

Ditulis oleh Christnina Maharani, mahasiswi Akuntansi, FEB 2017.



Kolom Komentar

Share this article