Opini

Keadilan dan Kedamaian Untuk Rakyat: Tidak Tepat Rencana Presiden Jokowi Tentang Pemindahan IKN ke Kaltim yang Masih Krisis Pangan

Opini tentang pangan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

Keadilan dan kedamaian merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai semua orang. Biasa keadilan dan kedamaian tercermin dalam sikap seorang pemimpin. Pemimpin yang baik biasanya akan baik pula pada rakyatnya. Pemimpin adalah seorang yang menegakkan keadilan dan kedamaian di antara umat manusia. Maka, setiap perencanaan pemimpin harus memperhatikan aspek keadilan dan kedamaian apalagi mengenai rakyat dan bangsa.

Setelah ditetapkan sebagai wilayah untuk ibu kota negara baru, maka Kalimantan Timur perlumengoptimalkan program-program pertanian sebagai terobosan. Tidak hanya fokus pada tambang saja. Harus ada revolusi hijau untuk mempersiapkan kebutuhan pangan bagi rakyat di ibu kota negara baru nantinya.

Sebab pemenuhan kebutuhan pangan di provinsi kaya ini justru masih sangat bergantung pada daerah lain, terutama pulau Jawa dan Sulawesi. Oleh karena itu, untuk memenuhi keadilan dan kedamaian yang tidak hanya untuk rakyat tetapi jugauntuk negara. Pemerintah disarankan untuk mencari terobosan agar daerah ibu kota baru ini bisa berswasembada pangan. Jika tidak, daerah ibu kota negara baru nantinya bakal terus berada di bawah bayang-bayang krisis pangan.

Melihat kondisi Jawa yang sekarang, mereka pun sudah mulai kekurangan dan juga mengalami penyusutan lahan karena beralihnya fungsi persawahan untuk perumahan dan industri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu khawatir mengenai hal ini. Jika memang nantinya daerah penyuplai pangan ke Kaltim mengalami krisis, maka akan berdampak besar kepada rakyat dan ibu kota negara baru.

Ibu kota baru sendiri terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian dari daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Direncanakan memiliki luas 40.000 Ha dengan pengembangan mencapai 180.000 Ha. Anggaran biaya untuk pembangunan mencapai angka 466 Triliyun dengan 3 skema pembiayaan.

Dari rencana pemerintah, ada sekitar 180 ribu PNS dan 25 ribu anggota TNI Polri yang akan ikut dipindahkan dalam tahap pertama. Pada perkembangannya, akan memindahkan sebesar 900 ribu ASN pemerintah pusat. Selain PNS, tentu akan ada keluarga PNS yang ikut dipindahkan. Menurut Bappenas, pada tahap awal akan ada 1,5 juta penduduk yang ikut pindah ke ibu kota baru. Dengan rincian 800 ribu keluarga PNS (asumsi 2 anak/keluarga) dan sisanya merupakan pelaku bisnis. Dari rancangannya, ibu kota baru akan mampu menampung penduduk sebesar 4,5 juta jiwa dan akan terus berkembang.

Menurut data BPS komoditas padi di Kaltim memiliki produksi sebesar 262.434,52 ton pada tahun 2020 atau yang terendah kedua setelah Kaltara. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan produksi pada tahun 2018 yang sebesar 262.773,88 ton. Meskipun begitu, produktivitas merupakan yang tertinggi kedua di pulau Kalimantan yakni 35,67 kuintal/ha atau 3,567 ton/ha. Jauh dari angka produktivitas nasional yang sebesar 5,128 ton/ha. Luas panen yang hanya mencapai 73.568,44 ha, padahal luas daratan Kaltim mencapai 12.734.692 ha.

Dengan produksi padi tahun 2020 yang mencapai 262.434,52 ton, maka Kalimantan timur akan mendapatkan beras 168.010,57 ton. Angka tersebut didapatkan dari hasil perkalian jumlah produksi padi pada 2020 dengan angka konversi GKG 64,02%. Sedangkan, kebutuhan penduduk Kaltim (belum ditambah penduduk ibu kota baru) menurut proyeksi BPS pada tahun 2025 akan berjumblah 5.040.700 jiwa. Artinya akan membutuhkan 562.441,3 ton/tahun (konsumsi beras perkapita 111,58 kg/tahun).

Dengan desain yang mampu menampung 4,5 juta jiwa, maka penduduk Kaltim akan mencapai angka 9.540.700 jiwa pada tahun 2025. Kebutuhan beras akan mencapai 1.064.551,3 ton/tahun (konsumsi per kapita 111,58 kg). Angka tersebut sangat jauh dari kemampuan produksi beras yang hanya mencapai 168.010,57 ton, atau masih kurang sebanyak 896.541,3 ton. Sesuai dengan data di atas, menunjukan bahwa wilayah Kaltim termasuk dalam wilayah defisit beras yang sangat tinggi karena tingkat konsumsi beras calon ibu kota negara ini jauh lebih tinggi daripada produksinya.

Namun anehnya, Badan Ketahanan Pangan menunjukan bahwa wilayah Kaltim tidak termasuk ke dalam wilayah yang sangat diprioritaskan (prioritas 1). Melainkan termasuk ke dalam wilayah prioritas 6 (tidak diprioritaskan, sudah baik). Baik dalam hal apa? Dari perhitungan yang coba saya lakukan, jumlah konsumsi beras Kaltim di luar jumlah calon penduduk ibu kota baru saat ini saja mencapai 413.843.078,8 kg beras/tahun atau 413.843,1 ton beras/tahun. Di mana angka tersebut jauh dari total produksi padi yang hanya mencapai 262.434,52 ton pada tahun 2020.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri saja, Kaltim masih kekurangan. Apalagi kebutuhan pangan ibu kota negara yang penduduknya jauh lebih banyak nantinya. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke lokasi baru tentunya perlu melalui proses yang sangat panjang dan diperhitungkan dengan matang. Pemindahan tidak hanya tentang proyek pembangunan bangunan, desain perkotaan, yang terpenting adalah bagaimana desain pemenuhan kebutuhan pangan dan aspek keadilan serta edamaian mayarakat yang ikut pindah maupun masyarakat asli di ibu kota negara baru. Pindahnya ibu kota tidak jadi masalah, namun permasalahannya adalah lokasi yang dipilih. Apakah tidak memiliki masalah? Bagaimana keadilan dan kedamaian rakyat? Apakah pangan di ibu kota baru mampu disediakan oleh wilayah tersebut atau didatangkan dari provinsi lain? Atau jangan-jangan dari luar negeri?

Jika didatangkan dari daerah lain, masalah transportasi akan muncul begitu juga dengan membengkaknya biaya distribusi. Selain itu, akankah pemindahan ibu kota akan memengaruhi masyarakat adat setempat? Yang pasti pemerintah harus benar-benar mengkaji ulang terkait perencaanaan ini agar terciptanya keadilan dan kedamaian bagi masyarakat adat.

Melihat dari fakta pangan ibu kota baru, maka pangan yang dalam hal ini adalah komoditas beras merupakan salah satu sektor yang paling dikhawatirkan atas pindahnya ibu kota baru ke Kaltim dan akan mengancam keadilan serta kedamian rakyat jika kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi secara merata. Jika demikian, apakah ini aman atau justru ancaman untuk Kaltim khususnya sebagai wilayah ibu kota negara yang menjamin keadilan serta kedamaian pada rakyat?

Ditulis oleh Renaldi Saputra, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Unmul.



Kolom Komentar

Share this article