SKETSA - Maraknya kerusakan lingkungan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum, khususnya di bumi Kalimantan. Lantas, seperti apa peran anak bangsa, utamanya mahasiswa? Hal itu yang mendasari hadirnya diskusi publik dalam Konferensi Wilayah (Konfrenwil) yang diadakan Himpunan Mahasiswa Sosiologi (Himasogi) se-Kalimantan, (25/3) lalu.
"Di Samarinda 70 persen wilayahnya dikepung oleh batu bara. Terdapat 1.448 lubang tambang dan 36 perusahaan yang beroperasi. Untuk kawasan terbanyak yang memiliki batu bara adalah Samboja, dan izin terbanyak dimiliki Kutai Barat," papar Haris Retno, Dosen Fakultas Hukum, pembicara pertama dalam diskusi ini.
Dibenak Retno awalnya, orang kaya berasal dari Kalimantan. Karena, sumber daya di pulau ini melimpah. Namun, pikiran itu ditampik setelah mengetahui fakta di dalamnya. Kalimantan menurutnya memang menghasilkan sumber daya alam melimpah namun, kerusakan yang ditimbulkan juga tak kalah. Retno menjelaskan banyaknya pemukiman warga yang bercampur dengan kawasan tambang. Akibatnya, lingkungan jadi tak sehat, udara, tanah dan air tercemar.
Hal tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara, yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan pemukiman warga, kenyataannya jarak hanya 50 meter saja.
Padahal, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hal tersebut telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Adapula menurut Sri Murliyanti, Dosen FISIP menyatakan bahwa peranan mahasiswa zaman ini terpaku pada urusan kuliah. Sri mempertanyakan apa peranan mahasiswa dalam kondisi yang dialami kini? Apalagi, kerusakan lingkungan bukan lagi rahasia dan dampak negatif yang ditimbulkan pun nyata.
"Apakah Anda mahasiswa konsumen toko ijazah? Anda sebagai mahasiswa mau jadi pelaku sejarah atau penonton sejarah?" tanyanya.
Menurut Sri, mahasiswa jangan hanya fokus akan kuliah, lantas mentutup mata dan telinganya ketika kerusakan lingkungan terjadi. Mestinya, julukan agent of change dan agent of control jadi pemacu untuk lebih peka dengan keadaan.
Selain itu, adanya agenda ini juga menentukan Koordinator Wilayah (Korwil) Himasogi. “Tujuan dari kegiatan ini untuk mengundang universitas di Kalimantan untuk menentukan Korwil dan struktur kepengurusan dari Himasogi di Kalimantan,” ujar Muhammad Reofani, Ketua Panitia Konfrenwil.
Juga, wujud alternatif pergerakan mahasiswa saat ini. "Karena banyak mahasiswa yang memihak para elit politik dan semoga Himasogi Kalimantan memiliki prinsip terhadap pergerakan mahasiswa," imbuhnya. Dihadiri beberapa universitas di Kalimantan, seperti Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Palangkaraya dan Universitas Tanjung Pura.
Selanjutnya, setelah terbentuknya kepengurusan, Himasogi akan mengadakan Musyawarah Wilayah membahas eskalasi gerak. (mpr/jdj)