Isu Dunia dalam SDC 2016

Isu Dunia dalam SDC 2016

SKETSA - Ruang Sidang Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unmul bergemuruh. Puluhan orang tampil dan berinteraksi menggunakan bahasa Inggris. Suasana itu menjadikan hadirin seolah tak berada di Nusantara.

Sejak kemarin hingga hari ini (24/4), Fisip diramaikan dengan acara Speech and Debate High School Level Competition (SDC) yang merupakan salah satu program kerja unggulan Departemen Riset dan Kajian Strategis Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (Himahi).

Mengangkat tema “Globalize Your International Competitiveness Passion,” acara ini membahas mendalam beragam permasalahan dunia. Salah satunya adalah persoalan wajib militer, yang diperdebatkan dalam final dan dimenangkan oleh tim SMA Kristen Sinodia Samarinda.

Sebagaimana diketahui, isu wajib militer wacananya akan diterapkan di Indonesia. Dikenal dengan istilah bela negara, hal ini menuai pro dan kontra. Program tersebut rencananya bakal wajib diikuti oleh penduduk berusia di bawah 50 tahun selama sebulan penuh dengan fokus utama revolusi mental, penghayatan empat pilar, lima nilai cinta tanah air, pengenalan alutsista TNI, hingga latihan baris berbaris, dan kegiatan semacamnya.

Pemerintah menilai program ini sebagai upaya pembentukan rakyat dalam menghadapi ancaman dari luar, mengingat sejumlah wilayah potensial Indonesia berbatasan langsung dengan negara tetangga. Meski begitu, tak sedikit yang kontra terhadap program ini. Sejumlah pihak bahkan menilai program ini hanyalah pengalihan isu nasional yang sedang terjadi. Selain itu, aspek kesiapan dan efektivitas juga perlu diperhatikan.

Fahrurrozi, Ketua Panitia SDC 2016 menyebutkan, SDC bertujuan untuk mempersiapkan generasi penerus yang berpikir kritis tentang permasalahan dunia. “Serta untuk memberikan wawasan yang lebih luas demi masa depan bangsa,” kata mahasiswa yang akrab disapa Oji itu.

Meski tak ada perbedaan signifikan dari SDC sebelumnya, Armin Beni Pasapan, ketua umum Himahi berharap SDC dapat terus digelar setiap tahun, peserta lebih banyak, dan region bisa lebih luas. ”Semakin luas regionnya,  tentu semakin kompetitif,” ujar Armin.

Dikatakan Armin dan Oji, acara ini melibatkan sebanyak 8 sekolah dari 3 regional wilayah Kaltim, yakni Samarinda, Tenggarong, dan Balikpapan. Dengan total peserta hampir 50 orang dan 28 panitia. Acara ini pun bekerja sama dengan UKM Mulawarman Debate Society (MDS) Unmul dan Briton Samarinda.

Menanggapi soal Fisip yang dikatakan minim agenda, Armin dan Oji tak sepakat. Mereka berpendapat, agenda Fisip sebenarnya banyak, namun kurang terpublikasi secara luas.

Di akhir perbincangan, mereka berbagi tips penyelenggaraan event. “Kita perlu mempererat hubungan dengan birokrasi, senior, alumni, perkuat internal kepanitiaan, pengistirahatan beberapa waktu untuk maksimal kinerja  panitia,” beber Armin. “Penting juga untuk long preparation,” Oji menambahkan.

Ditemui terpisah, tim SMA Kristen Sinodia yang beranggotakan Vera Claresta, Evandy Shohan, dan Jonathan Suciono mengungkapkan kebahagiaannya keluar sebagai pemenang. “Kami enggak nyangka, kami masih terhitung baru dalam lomba debat. Di sini kami dapat banyak teman dan pengalaman. Kami berharap bisa terus berprestasi dan membawa nama harum SMA kami,” imbuhnya. (aml/e2)