Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Karst Kaltim, Pembicara dan Peserta Seminar Saling Serang

Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Karst Kaltim, Pembicara dan Peserta Seminar Saling Serang

SKETSA -  Kemelut rencana pembangunan pabrik semen di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat (Kutai Timur) dan Biduk-Biduk (Berau) belum berakhir. Perdebatan antar pihak yang belakangan kian naik ke permukaan itu, kemarin (21/11) diangkat dalam sebuah seminar bertajuk “Runtuhkan Karst, Runtuhkan Kehidupan” yang diinisiasi oleh UKM Imapa Unmul.

Seminar tersebut dipandu Abdullah Naim, dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim dan dihadiri empat pembicara dari kalangan berbeda. Pertama, Afkar dari Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim. Dalam pemaparannya, ia banyak menjelaskan tentang awal dan karakteristik karst secara normatif dan saintis. 

Kemudian, dilanjutkan Syahrir dari Badan Lingkungan Hidup Kaltim, membahas tentang peraturan yang mengatur perlindungan karst. Syahrir banyak berbicara tentang peran pemerintah, yang dalam hal ini disebutnya tidak memihak, namun melihat fakta. Syahrir pun menuai beragam tanggapan dari peserta seminar, sebab ucapannya yang dinilai tidak pantas.

“Ini adalah anugerah. Sayang dong jika tidak dimanfaatkan. Saya ini orang lingkungan, tapi bukan yang menutup mata. Kebutuhan semen kita diperkirakan akan terus meningkat. Kalau impor dari Jawa terus, akan menelan dana milyaran rupiah. Sedangkan, jika kita punya pabrik sendiri tentu masyarakat akan diuntungkan,” ujar Syahrir.

Lebih lanjut, Syahrir mengatakan, pihaknya bersama pemerintah berupaya jeli melihat sumber daya yang menjadi prioritas untuk dilindungi. Ihwal perlindungan, kata dia, tidak dapat diterapkan secara sama untuk segala jenis SDA. Baginya, peraturan yang ada merupakan acuannya bergerak dan mestinya ditafsirkan seragam. “Mari kita berpikir cerdas dan melihat tidak dengan kacamata kuda. Ini yang selalu saya katakan ke demonstran,” imbuhnya.

Pembicara ketiga yakni, Heri Susanto, dari Pusat Pengendalian Ekoregion Kalimantan. Sesi Heri terasa begitu hidup kala ia banyak mengungkap fakta mengejutkan. Dikatakannya, karst merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, butuh jutaan tahun untuk hidup kembali dan merupakan ekosistem. Tak hanya itu, karst yang ada di Biduk-Biduk (Berau) ternyata hanya satu-satunya dan paling berbeda dengan karst lan yang ada di belahan dunia. Bersama fakta-fakta lain yang tak kalah mengejutkan, pemaparannya kian menarik dengan didukung data dan gambar yang membuat hadirin tersadarkan.

“Karst itu sekali dirusak, maka kita tidak akan pernah mendapatkannya lagi. Karst ialah ekosistem. Artinya, ketika kita membangun pabrik semen, tidak hanya bangunan pabrik saja yang berdiri. Pasti ada pembangkit listrik, tambang batu bara, dan aktivitas lain yang menunjang dan tentu saja sarat pencemaran lingkungan. Saya bertandang ke Biduk-Biduk beberapa waktu lalu, dan dalam hati saya bergumam, saya adalah orang pertama yang menolak keras jika di sana jadi dibangun pabrik semen,” ungkapnya.

Pria yang juga merupakan peneliti dan ahli geologi itu pun membeberkan realita tentang penelitian yang ditemukannya di lapangan. Dikatakan, sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan umumnya bermuara pada karst sebagai penyuplai air tawar dan penyaring air agar jernih. Pun negara-negara di dunia saat ini telah menutup pabrik semen mereka dan mengalihkannya ke negara lain, salah satunya Indonesia. Negara-negara tersebut dikatakan Heri menyadari bahaya pemanfaatan karst. Kini wilayah yang dulunya dijadikan pabrik, dialihkan menjadi destinasi wisata dan keuntungan yang diperoleh justru belasan kali lipat.

“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika pabrik itu jadi dibangun. Kita harus siap-siap mendapatkan air kotor bercampur lumpur karena hilangnya karst. Salah satu wilayah di Sulawesi, kini tidak dapat kita temukan kupu-kupu. Debit dan kejernihan air merosot, itu akibat perusakan karst. Sementara itu, di Biduk-Biduk, masyarakat begitu damai dan tida butuh apa pun. Pabrik semen itu tidak memberikan keuntungan sama sekali buat mereka. Saya yakin,” tegasnya.

Masuk ke pembicara keempat, hadir dari kalangan akademisi. Rustam, dosen Fakultas Kehutanan Unmul menyebut, karst memiliki arti penting dalam pelestarian habitat yang langka dan belum diteliti. Selain itu, karst menurutnya banyak membantu dalam penemuan-penemuan lingkup arkeologi.

“Banyak kami temukan batu-batu bahkan prasasti di gua-gua karst. Tentu saja karst banyak menyimpan nilai sejarah dan budaya. Banyak pula hewan dan tumbuhan yang bahkan baru kami temukan. Sangat disayangkan, jika anugerah semacam itu harus dirusak,” ucapnya.

Rustam, bahkan tegas mengatakan dirinya tidak sepakat dengan yang dikatakan Syahrir. “Kalau bicara perlindungan, karst ini jelas harus dilindungi. Peraturan Gubernur yang kini sudah dikeluarkan pun bukan kitab suci yang tidak bisa direvisi,” tandasnya.

Seminar pun dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan sempat memanas. Terjadi perdebatan cukup alot antara Syahrir dengan salah satu peserta seminar. Berakhir pukul 14.00 Wita, seminar itu ditutup.

“Seminar ini merupakan yang pertama mengangkat tentang karst di Unmul dan berangkat dari kegelisahan kami semua. Kami mengundang sejumlah ikatan mahasiswa dan siswa pecinta alam dan organisasi-organisasi peduli lingkungan di Samarinda. Setelah ini akan ada pendiskusian dan langkah lanjutan,” ujar Mashuri, Ketua Panitia Seminar.

Ditambahkan Romiansyah, Ketua Imapa Unmul, seminar tersebut merupakan pernyataan sikap Imapa yang tidak sepakat dengan adanya pembangunan pabrik semen di dua wilayah Kaltim yang kaya akan sumber daya alam.

“Sejauh ini Unmul belum terdengar sikapnya terhadap rencana pabrik semen. Padahal, Unmul merupakan lembaga pendidikan besar di Kaltim. Kami coba menginisiasi dan ini wujud pernyataan sikap kami,” tandasnya. (aml/jdj)