SKETSA - Pekan lalu, tepatnya Kamis (24/8) rektorat keluarkan surat edaran, tentang larangan memelihara hewan liar di kampus hijau. Surat yang ditandatangani Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Umum dan Keuangan Abdunnur itu sontak menyinggung salah satu UKM, yakni Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapa) Unmul. Namun, Imapa Unmul tak bereaksi apa-apa.
Diketahui, memang Imapa lah yang memelihara hewan cerdik ini. Meski sudah sepekan surat dikeluarkan, nyatanya hewan itu masih saja mondar-mandir di area Kampus Gunung Kelua.
Dijelaskan Ketua Imapa, Aryoga Oktabriangga Saputra mengaku sudah ditegur oleh pihak kampus.
"Kami sudah nerima suratnya kok. Saya sudah ditelpon juga sama wakil rektor III. Katanya banyak sudah laporan dari mahasiswa UKM dan dekan bahwa hewan tersebut mengganggu. Lantas, saya jawab, mengganggu seperti apa? Apakah mengganggu mahasiswa kuliah?” terangnya kepada Sketsa, (30/8).
Aryoga atau yang kerap disapa Mitun itu, mengisahkan asal muasal hewan tersebut, bahwa hewan itu ditemukan di lubang parit dekat gedung Student Center (SC). Tentu, sebagai mahasiswa pencinta alam tindakan yang benar baginya adalah memelihara hewan liar ini.
"Sebenarnya bukan masalah anjingnya. Namanya binatang, nalurinya ya seperti itu. Baru ketemu orang baru, ya mau kenalan kek atau main. Mereka juga jinak kok," kata Mitun.
Meski, banyak yang mengeluhkan keberadaan hewan ini, namun tuntutan keadaan mengharuskan Imapa memeliharanya. Minimnya, penerangan dan keamanan di SC mengakibatkan rawannya kehilangan barang.
“Mudah kok untuk ngembalikan anjingnya ke habitatnya. Tapi beri dulu kami penerangan yang layak. Karena penerangan di sekitar SC ini sangat kurang sekali," ucapnya.
"Bahkan, sekretariat kami sudah seminggu ini listriknya mati tidak jelas penyebabnya dan tidak ada tanggapan dari pihak sana padahal kami sudah melapor. Dan bagaimana kita mau beraktivitas kalau sumber listriknya gak nyala?” sahut salah satu anggota Imapa.
Anjing yang awalnya sedikit itu, lama-lama beranak-pinak. Apalagi, mayoritas di kampus adalah muslim, tentu menganggap anjing adalah hewan najis yang mestinya dihindari.
“Seharusnya bukan hanya surat edaran saja, tapi juga ditinjau langsung. Suratnya kan udah disebar ke setiap UKM-UKM tapi belum ditindaklanjuti sampai sekarang. Hewannya juga masih berkeliaran," kata Umi Puspita Sari, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2015, yang juga salah satu anggota UKM yang menghuni SC itu.
“Hewan-hewannya itu kadang masuk ke gedung, terus buang air sembarangan. Jadi, kadang kita ngebersihin kotorannya," lanjutnya lagi.
Seperti yang dimaksud dalam surat edaran, tentu larangan tersebut bukan tanpa alasan. Mengingat bahaya yang kemungkinan bisa terjadi, civitas akademika diharapkan dapat bekerja sama demi terciptanya lingkungan yang tenang aman dan nyaman. (arr/jdj)