SKETSA – “Bentuk protes ini berangkat dari kekecewaan Himpunan Mahasiswa Pembangunan Sosial (HIMAPSOS) dan BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) atas aksi yang sebelumnya kita lakukan kepada Dekan FISIP yang tidak mendapatkan tanggapan,” tutur Andi Muhammad Akbar, Presiden BEM FISIP.
Spanduk berisi pertanyaan terkait kemana larinya dana BOPTN dan UKT ini dipasang di depan kampus FPIK. Disampaikan bertepatan dengan momentum kedatangan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada (6/8) lalu di Unmul.
“Ini juga sebagai bentuk respons kedatangan Kemenristekdikti. Masalah yang kami bawa kemarin seputar fasilitas kursi yang kami gunakan dari APBD 2004, sedangkan sekarang sudah 2018. Dikemanakan dana yang lainnya untuk infrastruktur?” tambah Muslan selaku Ketua HIMAPSOS yang ditemui bersamaan dengan Akbar.
30 Agustus lalu, BEM FISIP menggelar aksi dengan membawa spanduk di depan kantor dekanat. Dekan FISIP Muhammad Noor saat itu turun menghadap massa. Tanpa bantuan pengeras suara, ia berkata dengan lantang menyampaikan ketidaknyamanannya melihat langkah aksi yang dipilih sebagai cara menyampaikan aspirasi. “Kita berada di lingkungan manusia yang beradab, beretika, yang punya sopan santun,” ujarnya membuka suara.
“Selama Anda menyuarakan dengan cara-cara seperti ini, sampai kapanpun saya tidak akan mau melayani. Saya ingin Anda melakukan hal-hal yang sesuai etika kita,” tambahnya.
Akbar sontak membalas dengan mempertanyakan kelanjutan dari forum yang digelar oleh BEM FISIP yang juga membahas isu ini pada 30 Mei lalu. “Pihak dekanat menjanjikan akan ada forum selanjutnya, tapi sampai tiga bulan ini belum ada. Artinya, siapa yang tidak punya etika, Pak?” tanya Akbar.
Adu mulut pun tak terelakkan. Noor tetap bersikukuh tak akan menanggapi jika mahasiswa menggunakan cara aksi. “Silakan saja jika kalian ingin tetap menggunakan cara seperti ini, kami tidak akan layani,” tegasnya. Hari itu tidak ada keputusan. Noor memutuskan untuk masuk ke dalam gedung dekanat dan meninggalkan massa.
Akbar menyatakan, jauh sebelum ini pihaknya telah beberapa kali mengajukan permohonan transparansi dana, baik untuk rektorat maupun Dekanat FISIP Juni lalu. Sampai saat ini, belum ada tanggapan yang diterima BEM FISIP dari pihak rektorat, sementara pihak dekanat memberikan respons namun menolak untuk memberitahukan distribusi anggaran fakultas.
Ke depannya akan dilakukan kembali follow up terhadap surat yang telah dibawa ke rektorat. Akbar mengatakan bahwa ini merupakan salah satu bentuk dari implementasi sistem keterbukan, dan mahasiswa berhak tahu aliran dana karena merupakan bagian dari civitas academica.
“Tapi kita sangat kecewa, hasilnya nihil. Kita patut curiga, karena kita sudah mengajukan secara administratif bahkan diatur dalam UU Keterbukaan Publik, tapi kenapa ini selalu ditutupi oleh pimpinan-pimpinan kita,” tegasnya.
Melihat hal ini, Akbar berharap keterbukaan anggaran dapat diberikan. Selain itu, ia juga berharap anggapan miring seputar demonstrasi dapat segera diluruskan. (adl/els)