Sumber: kompas.com
SKETSA - Belakangan ini marak kampanye yang menyorot soal lingkungan. Salah satunya dengan menggalakkan pemakaian bahan alternatif lain untuk meminimalisir penggunaan plastik. Meningkatnya jumlah sampah plastik belakangan ini menjadi sorotan, sebab menjadi cikal bakal pencemaran dan berpengaruh pada iklim kehidupan. Pemerintah turut andil, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga (Jakstranas).
Perguruan tinggi menjadi salah satu yang diimbau pemerintah untuk meminimalisir penggunaan bahan plastik. Melalui surat edaran Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 1/M/INS/2019 tentang Larangan Penggunaan Kemasan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan/atau Kantong Plastik di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Unmul menjadi salah satu perguruan tinggi yang akan menerapkan kebijakan ini.
Sebelumnya sudah ada beberapa langkah yang dilakukan Unmul untuk turut serta menjaga kelestarian alam. Salah satunya dengan mendirikan bank sampah sebagai wadah pengelolaan sampah di sekitar kampus. (Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/bank-sampah-upaya-civitas-academica-kelola-sampah-di-unmul/baca ). Fakultas juga tak ketinggalan, salah satunya FMIPA. (Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/unmul-bangun-kesadaran-mengelola-sampah/baca ). Lantas bagaimana dengan kemasan air mineral Amula yang juga berbahan plastik?
(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/amula-air-mineralnya-unmul/baca )
BPU: Amula Fokus Kemasan Galon
menanggapi hal itu, pihak Badan Pengelola Usaha (BPU) Unmul melalui Ari sebagai pemegang operasional Amula mengaku sudah mencoba meminimalisir penggunaan kemasan plastik pada salah satu produk Amula dengan kemasan galon isi ulang. “Saat ini lebih fokus pada kemasan galon 10 dan 19 liter. Untuk brand merek dagang Amula sendiri saat ini tidak lagi memproduksi dalam bentuk kemasan botol dan gelas plastik, tetapi dalam bentuk kemasan galon. Walaupun galon jugamenggunakan bahan plastic, tapi bisa diisi ulang, dibersihkan, di treatment supaya bisa dipakai lagi,” terangnya.
Distribusi Amula saat ini masih pada lingkup Unmul dari fakultas, rektorat, hingga kantin. Mahasiswa di luar kampus pun diperbolehkan untuk melakukan isi ulang galon Amula. Produk BPU lainnya seperti marchandise, penggunaan kantong plastic dalam pembelia juga kini telah diganti menggunakan totebag untuk mengurangi limbah plastik. “Jadi, setiap teman-teman mahasiswa yang membeli baju, boneka, dan lainnya, dikasih totebag. Dari BPU sendiri sudah meminimalisir penggunaan plastic,” katanya.
PKL: Harus Ada Aturan untuk Pedagang
Namun imbauan tersebut masih belum dapat diterapkan sepenuhnya, terutama oleh pedagang kaki lima (PKL) di sekitar kampus. Dijumpai Sketsa, salah satu PKL di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Pak Acung, penjual pentol goreng mengaku susah untuk megikuti kebijakan tersebut, meski mengaku sudah mendengarnya. “Iya sudah ada imbauan. Kaalau enggak pakai plastik susah juga. Kalau pentol bisa pakai tusukan, makannya di tempat, enggak bisa dibawa pulang. Tapi harus ada aturannya untuk semua pedagang, biar adil.” (nnd/rth/adl)