SKETSA - Kemarin (21/3) diperingati sebagai Hari Puisi Sedunia atau World Poetry Day. Sejarah awal dicetuskannya Hari Puisi Sedunia dimulai pada saat penyelenggaraan pertemuan UNESCO yang ke 30 di Paris, Perancis yang berlangsung pada bulan Oktober sampai November 1999.
Bertepatan dengan moment tersebut, dua mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unmul memperkenalkan buku yang mereka terbitkan sendiri. Panji Aswan, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia angkatan 2012 menerbitkan buku yang berjudul “Curahan Hati Pelacur Sajak”. Sebuah buku antologi puisi yang sudah disusun sejak tahun 2013.“Direncanakan sebenarnya itu tahun 2014, bulan Juli. Cuma ada puisi 2013 yang saya masukkan pula, karena itu merupakan puisi perdana saya,” ungkapnya.
Menerbitkan buku sendiri adalah cita-cita Panji sejak dulu. Motivasinya adalah hanya ingin berbagi dan belajar bersama tentang sastra, khususnya pada puisi dan sajak-sajak. “Kalau untuk tema, saya kebanyakan menuangkan isi hati saya, semacam curhatan. Ada curhatan tentang cinta, kesepian, mantan, dan kenangan-kenangan yang terdahulu. Kalau untuk alirannya, saya kurang mengerti ya, apa yang saya pikir dan rasa langsung saya goreskan menjadi puisi,” tambahnya.
Berbeda dengan Panji, Irwan Syamsir telah menerbitkan buku jauh sebelum Hari Puisi Sedunia. Buku yang diberi judul “Masihkah Engkau Menungguku di Berandamu” adalah sebuah buku dari kumpulan puisi dan prosa pendek.“Itu sebenarnya jauh-jauh hari sudah terbit, namun belum terlalu dipublish. Tetapi saya tahu ada banyak moment kedepannya, termasuk Hari Puisi Sedunia. Di situ waktu yang tepat untuk mengabarkan buku saya ke publik,” terangnya.
Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia angkatan 2014 itu memaparkan isi bukunya berasal dari status-status Facebook-nya selama lima tahun terakhir. Status itu merupakan potongan-potongan puisi yang dibuatnya sendiri. Irwan pun mengakui bahwa ia suka menulis dengan pendek tapi yang penting menggigit.
“Ini adalah buku perdana. Awalnya saya mau sekadar arsipkan saja, sebelum entah kapan saya mungkin tidak di Facebook lagi. Tetapi, banyak pembaca saya yang keberatan, jadi saya serahkan ke penerbit supaya orang-orang bisa pesan dan sebagai kenang-kenangan saya pernah ada di beranda mereka,” imbuh pria asal Mandar itu.
Tidak berbeda jauh dengan Panji, Irwan mengatakan bahwa ia fokus menulis di seputar percintaan. Tidak semua betul ia alami, terkadang ia hanya mengandai-andai dalam menulisnya. Sebab, menurutnya ada banyak orang di luar sana yang pernah mengalami apa yang ia tulis namun tidak bisa menuliskannya.
Jadi secara tidak langsung isi tulisan Irwan mewakili perasaan pembacanya.
“Saya menghargai tangan dan jemari saya yang letih dengan keringat yang sudah tumpah berkali-kali setiap saya menulis.Sebenarnya menulis itu soal kemauan saja. Banyak latihan dan membaca buku yang paling utama. Selainnya tinggal bagaimana kita peka dengan keadaan. Apalagi sastra, imajinasi bebas ditumpahkan, apapun itu bisa semua dituliskan dan bebas,” imbuhnya. (els/e2)