Sumber Gambar : Istimewa
SKETSA – Ragam kegiatan pengabdian kepada masyarakat selalu menjadi hal yang menarik untuk diikuti. Selain karena penerapan Tridarma Perguruan Tinggi, berbagai inovasi juga lahir dari hadirnya agenda semacam ini. Seperti yang diinisiasi oleh Tim Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Sylva Mulawarman dari Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul atas dana hibah nasional yang mereka dapatkan.
Dilatarbelakangi oleh analisa dan survei yang mereka lakukan di Mugirejo, Sungai Pinang, Kota Samarinda. Ditemukan bahwa daerah ini merupakan salah satu kelurahan yang menjadi korban dari ganasnya tambang batu bara. Meski dikenal sebagai salah satu tempat yang menjadi lumbung pangan di Kota Samarinda, masyarakat Mugirejo memiliki beberapa permasalahan selama pandemi Covid-19 menerpa. Di mana ketersediaan bahan pupuk organik yang sangat terbatas, harga pestisida yang cukup mahal dan turunnya harga serai di pasaran.
Warga yang tergabung dalam kelompok mitra tani sangat berharap dapat memperoleh tambahan bahan pupuk, juga teknologi yang bisa diaplikasikan secara mandiri untuk membuat biopestisida dan meningkatkan nilai tambah dari serai. Atas keadaan ini, maka tim mengusung aplikasi teknologi yang tepat agar dapat dimanfaatkan masyarakat dalam memperkuat ketahanan pangan dan menjaga konsistensi pelaksanaan pertanian organik. Berbentuk paket teknologi, mereka membawa pengolahan minyak atsiri dan pemanfaatan limbah penyulingan yang akan diaplikasikan sebagai biopestisida dan pupuk organik.
Sebelumnya pada Sabtu (31/7), mereka juga sempat mengadakan webinar bertema “Membangun Ekonomi Hijau dengan Mendayagunakan Potensi Hutan Bukan kayu dan Limbahnya”. Dalam kegiatan ini, dijelaskan bahwa limbah khususnya dari penyulingan minyak atsiri dapat dikelola kembali menjadi suatu produk yang bernilai ekonomi. Contohnya seperti biopestisida, eco-enzyme, pupuk organik dan lainnya. Apabila masyarakat dapat mengolah sendiri limbah yang tersedia, tentu akan menambah nilai guna dari limbah ini sendiri.
Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai proses pelaksanaannya, Sketsa kemudian menghubungi Ketua Tim PHP2D LEM Sylva Mulawarman, Muhammad Khusnul Khairu atau yang akrab disapa dengan nama Eru. Ia mengaku jika aplikasi yang mereka ajukan bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Program aplikasi paket teknologi ini merupakan inovasi yang kami tawarkan berbasis sistem zero waste cycle, tidak ada bahan yang tidak dimanfaatkan. Semuanya bernilai ekonomis dan ekologis serta penggunaannya mudah diterapkan oleh masyarakat,” jelasnya, Senin (9/8) lalu.
Eru menyebut jika secara keseluruhan, terdapat 37 anggota yang terdiri dari 15 orang anggota inti dan 22 orang lainnya sebagai sukarelawan. Selanjutnya, mereka melakukan observasi partisipasi ke masyarakat sasaran dan mendapatkan dukungan penuh dari pemimpin daerah Mugirejo serta warga setempat.
“Kami paham betul bahwa PHP2D ini harus melibatkan masyarakat setempat, sehingga kami meminta tanggapan mereka terkait permasalahan dan persoalan yang ada. Masyarakat pun tidak ragu meminjamkan lahan dan posko serta hal lainnya untuk menunjang operasional tim. Kami sangat dekat dengan mereka, bahkan Pak Lurah juga tidak ragu menandatangani kerja sama program ini,” tutur Eru.
Metode yang digunakan pun tetap mempertimbangkan kondisi pandemi dengan protokol kesehatan ketat. Di luar dari kegiatan daring, apabila ada penugasan yang mengharuskan turun lapangan, maka anggota yang turun akan dibatasi demi menghindari hal yang tidak diinginkan.
Untuk Agustus ini, timnya telah melakukan pembersihan lahan sebagai kegiatan awal di lapangan. Kemudian di minggu kedua, penanaman di lahan tersebut akan mulai dilaksanakan. Selanjutnya, minggu ketiga akan diisi dengan sosialisasi program kerja sekaligus simulasi dan kegiatan produksi pada minggu keempat.
Ia berharap, agenda yang terus berjalan hingga lima sampai enam bulan ke depan ini dapat menghasilkan sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
“Semoga dapat memberikan ruang juga kepada mahasiswa Fahutan Unmul untuk belajar mengabdi di tengah masyarakat,” tambahnya.
Tentunya, program ini membutuhkan pendampingan dari dosen yang tepat dan mengerti dengan permasalahan di lapangan. Dalam hal tersebut, Harlinda Kuspradini ditunjuk untuk membimbing Tim PHP2D LEM Sylva Mulawarman dari awal hingga selesainya kegiatan.
“Kami memberikan coaching kepada mahasiswa terkait bagaimana program tersebut dijalankan. Beberapa tahapan secara berkala dipantau dan dievaluasi melalui meeting group dan pemberian laporan dalam tulisan, foto dan video. Di belakang layar, kami juga melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat, tokoh masyarakat serta local champion agar mendapatkan support,” terang Harlinda kepada Sketsa, Kamis (12/8).
Turut diutarakan olehnya, setiap kegiatan di lapangan pastinya memiliki kesulitan tersendiri. Menurutnya, ini normal sebab ada dua kepentingan yang berbeda dan harus dikompromikan antara mahasiswa selaku pelaksana program dan masyarakat yang menerima program.
“Mahasiswa ingin banyak hal dan masyarakat penerima program ingin mendapatkan banyak manfaat, sehingga fokus bisa terpecah. Untuk itu, telah dilakukan musyawarah untuk mengakomodasi prioritas agar program dapat berjalan sesuai rencana,” ucapnya.
Senada dengan Eru, ia juga setuju jika program ini akan membantu masyarakat dalam menghasilkan pendapatan secara mandiri. “Adanya program ini bisa menjadi jaring pengaman sosial sekaligus membantu meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat yang menerima program. Mahasiswa juga mendapat peluang belajar dan memberikan solusi terkait masalah sosial ekonomi di lingkungan masyarakat,” tandasnya.
Tanggapan Masyarakat
Sempat bertemu langsung pada Kamis (5/8), awak Sketsa turut meminta pendapat dari masyarakat Mugirejo yang akan merasakan langsung dampak dari program ini. Gunanto selaku Ketua RT 19 di daerah tersebut mengungkap jika dirinya sangat antusias akan kinerja mahasiswa mendatang.
“Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena di tempat kami yang terpilih jadi tuan rumah atau jadi percontohan. Mudah-mudahan nanti dicontoh oleh kampung-kampung lain atau daerah-daerah lain,” sahutnya.
Dirinya menjelaskan, sebelumnya pengolahan limbah menjadi minyak siap pakai belum pernah dilakukan. Adapun olahan yang telah masyarakat coba di antaranya ialah pengolahan limbah ternak sapi dan limbah sayur mayur. Saat ini, pengolahan minyak atsiri tengah masuk tahap industri.
“Jadi tahapanya jelas, dari pertanian kita naik ke peternakan, naik lagi ke industri. Mudah-mudahan nanti jadi pabrik untuk ke depannya.”
Terakhir, ia berpesan agar program ini dapat menjadi acuan serta berkelanjutan hingga mahasiswa tak lagi mengenyam bangku perkuliahan.
“Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, juga menghasilkan produk yang berguna untuk masyarakat luas. Apalagi hal yang berkaitan dengan kesehatan. Kalau memang ini nanti sukses, kita bisa membangun sebuah perusahaan walaupun skalanya masih kecil,” pungkasnya. (rid/len/khn/fzn)