Ngegas BEM FEB, Kupas Isu Smart City

Ngegas BEM FEB, Kupas Isu Smart City

SKETSA – Kamis (7/2) lalu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakutas Ekonomi dan Bisnis (FEB)  menggelar diskusi terbuka. Ini merupakan salah satu program kerja dari Kabinet Muda Melesat yang diberi nama Ngegas, akronim dari Ngobrol Ekonomi dan Gagasan. Acara yang dimulai sejak pagi ini berlangsung di lantai 3 gedung dekanat FEB. Mengangkat tema “Smart City Samarinda, Kota Masa Depan atau Hanya Impian?”, berhasil menarik atensi puluhan mahasiswa yang hadir pada pagi hari itu. Acara ini menghadirkan beberapa narasumber yang berasal dari berbagai latar belakang dan juga kompeten di bidangnya. Acara ini dibuka langsung oleh Yunus Tete Konde, Wakil Dekan III FEB.

Diskusi yang dibuka untuk umum ini dipandu oleh Nurmina, mahasiswi FEB, yang juga merupakan Kepala Departemen KPSDM. Suparmin, Kepala Bidang Aplikasi dan Layanan E-Goverment Diskomfinfo mengatakan bahwa program ini sudah dicanangkan sejak tahun 2016 silam, dan Samarinda merupakan salah satu kota yang menerapkan smart city di Indonesia.

“Dalam smart city ada indeks, seperti indeks kualitas hidup. Mencakup indeks pendidikan, kemiskinan, kesehatan, dan lain sebagainya. Ujung dari pengelolaan smart city ialah peningkatann kualitas hidup,” ujarnya.

Acara ini juga menghadirkan Nurul Fatimah, Dosen Hukum dari Universitas 17 Agustus Samarinda. Dikatakan Nurul, smart city telah berlandas hukum dari Peraturan Walikota Nomor 8 tahun 2018. Menurutnya smart city lebih ke kolaborasi dari berbagai stakeholder, sedang teknologi hanya sebatas alat. Dengan menerapkan smart city, berarti akan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Ini tentunya akan berpengaruh terhadap penghematan biaya dan bernilai lebih efisien karena berbagai aktivitas dapat dilakukan melalui aplikasi. Ia juga mengatakan, dari sisi hukum, belum ada regulasi yang mengatur terkait perlindungan data.

“Akan ada penggunaan data secara besar-besaran yang isinya data pribadi. Tidak hanya pemerintah tapi juga swasta. Kita belum punya undang-undang khusus terkait perlindungan data pribadi,” terangnya.

Sementara Subandi, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, mengatakan sejauh ini beberapa telah menerapkan sistem online. Di antaranya di bidang kuliner dan perhotelan. Namun, karena terkendala anggaran, sebagian besar lainnya belum dapat diterapkan. Termasuk juga pemasangan CCTV di Samarinda yang dinilainya belum maksimal juga karena keterbatasan anggaran.

Gusti Noorlitaria, selaku Dosen FEB Unmul juga menilai tak jauh berbeda dengan narasumber lainnya. Kehidupan di saat ini tak dapat terlepas dari teknologi. Semakin kompleksnya kebutuhan hidup menuntut kita untuk harus memiliki program smart city untuk mempermudah dalam mengakses banyak hal.

“Poinnya adalah komunikasi ke masyarakat terkait smart city, karena masih banyak yang tidak tahu,” ungkapnya.

Sementara, Rusman Ya’qub Ketua Komisi 4 DPRD Provinsi Kalimantan Timur menilai smart city dapat mengintegrasikan teknologi informasi dengan tata kelola pemerintahan dan memudakan kerja pemerintah. Bagi Rusman, dalam menerapkan smart city Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) perlu dibuka, karena butuh keterlibatan masyarakat. Ia juga sepakat dengan Gusti, menurutnya smart city  sendiri masih perlu digencarkan melalui publikasi.

“Jangan-jangan pihak pemerintah sendiri juga belum tahu,” tambahnya.

Senada, Mohammad Reza Munandar Gubernur BEM FEB 2019 mengatakan, dalam smart city ada peran masyarakat dan pemerintah, ada pemangku jabatan ada juga penanggung jawab. Ia juga mengaku sudah dua tahun belakangan BEM FEB turut mengawal isu ini. 

“Nantinya dengan Aliansi Garuda Mulawarman, bakal ada audiensi terkait isu smart city,” bebernya. (bip/adl/els)