SKETSA- Upacara bendera simbol peringatan kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia (RI), tak hanya ramai digelar di Istana Merdeka. Tak ketinggalan, Universitas Mulawarman pun berencana mengadakan upacara bendera bertempat di GOR September 27 pagi tadi (17/8).
Namun rencana tersebut urung, lantaran GOR 27 telah terkepung banjir. Kendati demikian, upacara harus tetap berlangsung. Halaman gedung rektorat dipilih sebagai alternatif.
Akses menuju rektorat pun tak bebas dari banjir. Bermula dari jalan di depan gedung FKIP, tepatnya Jalan Gunung Kelua yang tidak bisa dilewati, membuat pengguna jalanan berputar arah melewati Faperta. Kemacetan tak bisa dihindari, suara bising klakson kendaraan dan riuhnya peserta ternyata tak halangi semangat jiwa peserta upacara.
Peserta terlihat antusias menyambut hari bersejarah ini. Mereka berbaris menyesuaikan diri. Terdiri dari elemen civitas akademika, seperti jajaran birokrat, dosen, dan staf kampus. Adapula mahasiswa baru (maba) Bidikmisi, ikut meramaikan bersama mahasiswa lainnya.
Meski tempat dan cuaca tak mendukung, upacara tepat dilakasanakan pukul 7.30 Wita. Namun, sangat disayangkan upacara kali ini terasa kurang sakral. Tak ada penaikan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara dimulai dengan lagu-lagu nasional, mars Unmul, hingga pembacaan doa.
Animo yang besar menghadiri upacara ini, menjadi prioritas peserta. Seperti, Kepala Program Studi Sastra Indonesia, Syamsul Rijal. Ia mengungkapkan, seharusnya hari ini ia masih bertugas di Muara Wahau, Kutai Timur untuk tugas penelitian LP2M.
"Tapi saya berusaha pulang tadi malam untuk mengikuti upacara," terangnya dengan sumringah saat ditemui Sketsa.
Sudahkah Merdeka?
Hari kemerdekaan Indonesia, mestinya bukan hanya sebagai momentum yang dirayakan saban tahun. Lebih dari itu, bagi Syamsul yang senang mengikuti hal-hal yang yang berbau sosial ini, upacara kemerdekaan bisa dijadikan ajang silahturahmi, bersama rekan lama dan bertemu dengan kawan baru. Namun ia sedikit kecewa, karena tahun ini dirasakan tak semeriah tahun lalu. Bahkan, perlombaan yang menjadi ciri khas peringatan kemerdekaan tidak diadakan.
Lain lagi menurut Hasnan, Kepala Tata Usaha Fakultas Kehutanan, kemerdekaan adalah sebuah pembebasan dari belenggu penjajah. "Para pahlawan yang berjuang hingga titik darah penghabisan. Sekarang tinggal bagaimana kita mengisi dengan hal yang sebaik-baiknya." tukas Hasnan.
Kemerdekaan dianggap sebagai cara untuk menyatukan bangsa. Nyatanya, tak terelakkan jika negara saat ini masih belum sepenuhnya bersatu.
Hal ini diungkapkan Meirlin Melinda, mahasiswa FKIP 2015. Ia menyatakan Indonesia belumlah merdeka, sebab masih banyak gejolak konflik dari berbagai pihak. "Katanya sih sudah, tapi kenyataanya belum. Semakin banyak saja konflik di Indonesia, yang satu belum selesai eh datang lagi lebih dari dua," pungkas mahasiswi jurusan Bahasa Inggris ini.
Begitu pula yang dirasakan Kasdi, maba Jurusan Pertambangan ini menyadari Indonesia belum merdeka sepenuhnya. "Sayangnya belum. Kita harusnya mengubah pola pikir masyarakat. Bagaimana caranya mengatasi masalah sosial, bagaimana cara mengatasi pendidikan yang belum merata. Ya harapannya bisa diupayakan," tutur maba asal Buton, Sulawesi Tenggara itu.
Namun suara berbeda dari Sudarman, Kepala Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan, di Lembaga Pengembangan Penjaminan Mutu (LP3M). Ia meyakini Indonesia sudah merdeka.
"Coba lihat dari indikator. Sekarang sudah banyak orang punya mobil. Orang tidak mampu pun kini sudah banyak yang naik haji. Nah itu adalah gambaran ekonomi rakyat. Masalah hutang negara itu hal yang makro. Jadi kalau ekonomi Indonesia baik-baik saja." katanya.
Menurut Sudarman pada prinsipnya Indonesia telah berumur 72 tahun, artinya Indonesia bukan lagi negara muda. Ibaratkan manusia ia telah menua.
"Orang tua perlu suplemen, jaga kesehatan. Begitu juga dengan negara, tentu banyak godaan seperti ancaman internal maupun eksternal. Semboyan kerjasama, NKRI, dan pancasila itu tujuannya mengatasi serangan dari negara-negara besar. Itulah yang harus dijadikan sebagai pedoman," ujarnya tetap mewanti-wanti. (dyh/adl/jdj)