Sumber: kaltim.tribunnews.com
SKETSA – Dilansir dari Tribun Kaltim edisi Senin, 5 Agustus lalu, muncul wacana dua tokoh dari Kalimantan Timur (Kaltim) diajukan menjadi kandidat menteri di kabinet Presiden Joko Widodo yang kedua. Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor dan Rektor Unmul Masjaya direkomendasikan oleh Koordinator untuk Relawan Ma’aruf Amin (Kurma) sebagai calon kandidat untuk mengisi posisi di kementerian.
Senin (18/8) Sketsa menemui Masjaya untuk mengetahui tanggapannya mengenai kabar tersebut. Masjaya menjelaskan bahwa pengajuan namanya bersama dengan Isran Noor tentunya berdasarkan pertimbangan serta pendekatan dasar atas pengusulan tersebut. Tidak hanya itu, menurutnya ada indikator tersendiri dari pengusung jika memang benar namanya diajukan untuk menjadi kandidat menteri. Di sisi lain, ia juga mengapresiasi wacana tersebut karena menurutnya ini menandakan Kaltim sudah mulai diperhitungkan.
“Tapi yang ingin saya katakan bahwa orang luar mulai melirik Kalimantan Timur, tentu dengan indikator yang sudah dia miliki,” terangnya.
Masjaya mengaku siap jika diberi amanah untuk mengisi posisi menteri di kabinet dan siap ditempatkan di mana saja sesuai ikrar. Menurutnya, hal tesebut merupakan tanggung jawab yang diemban bukan di tingkat provinsi lagi, tapi sudah nasional. Dirinya mengaku tidak tahu-menahu secara detail posisi menteri apa yang bakal ditawarkan. Namun, Masjaya menyatakan siap jika tawaran itu untuk membenahi permasalahan yang ada.
Ia juga menilai bisa saja pencalonan ini berkaitan dengan riwayatnya yang pernah menjadi Ketua Tim Kajian Calon Ibu Kota Provinsi Kalimantan Utara. Namun, hal tersebut dinilainya bukan menjadi tolak ukur yang pasti, karena ia sendiri masih belum tahu dasar dan pertimbangan yang diambil pihak pengusung.
“Itu mereka punya perhitungan sendiri. Ya saya pribadi bersyukur nama saya masuk di situ, cuma bukan saya yang mengatakan saya diusung.”
Merespons Rektor Dicalonkan Menteri
Lutfi Wahyudi salah satu dosen politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menilai tidak ada masalah jika dua nama tersebut dicalonkan sebagai kandidat menteri, terutama Masjaya selaku rektor. Ia mengatakan bahwa pencalonan itu merupakan aspirasi dari sebagian warga Kaltim.
Seperti diketahui, Kaltim belum pernah mencetak putra putri daerahnya sebagai menteri. Merespons ini, ia menyarankan untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi, karena jika tidak terjadi maka hanya akan melahirkan kekecewaan. Bagaimana pun, pemilihan menteri adalah hak prerogatif presiden.
“Kita juga harus paham, kabinet di bawah pemerintahan Jokowi periode kedua dijanjikan bergerak dengan irama yang sangat cepat. Ketika Kaltim mendorong menteri dari putra putrinya, hendaknya orang yang bisa memenuhi kriteria presiden. Terlepas apakah itu Pak Masjaya sebagai rektor atau Pak Isran sebagai gunernur,” ujarnya saat diwawancara via telepon, Rabu (21/8) lalu.
Dilansir dari Tribunnews.com, Masjaya diajukan sebagai nama kandidat calon menteri lantaran dinilai memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai menteri. Selain sebagai akademisi, Masjaya juga dipandang berpengalaman dalam bidang organisasi. Saat ini, Masjaya menduduki jabatan sebagai Ketua Presidium Konsorsium Perguruan Tinggi Negeri Kawasan Timur Indonesia (KPTN-KTI). Ia juga merupaan Wakil Ketua Nahdatul Ulama (NU) Kaltim, serta Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim.
Menanggapi ini, Lutfi menilai hal-hal tersebut tidak bisa dijadikan pertimbangan mutlak. Presiden punya pertimbangan untuk mengangkat siapa pun dari representasi regional tertentu. Ia memiliki pandangan tersendiri terkait kandidat menteri, yaitu sosok yang expert atau ahli di bidang lingkungan, paham tentang politik lingkungan, politik sumber daya, politik energi. Apakah keduanya yang menjadi kandidat termasuk dalam kriteria tersebut, Lutfi mengaku tak tahu persis.
Menurutnya, kondisi realitas lingkungan di Kaltim memerlukan orang yang ahli di bidang lingkungan hidup, sumber daya alam, dan juga energi. Ini dinilai akan menjadi nilai plus di mata pemerintahan Jokowi dan menjadi nilai lebih ketimbang tokoh-tokoh yang lain. Semisal dua nama yang diajukan tersebut dipandang ahli dalam bidang tersebut, tentunya akan menunjukkan kebanggaan bagi masyarakat Kaltim. Bangga karena “diambil” salah satu putra putrinya sebagai menteri dan secara geografis dan lingkungan, kondisi lingkungan Kaltim terwakili.
“Kalau nanti ada orang tanya, kenapa Kaltim dapat (menteri)? ‘Oh itu kan hanya merepresentasikan kewilayahan’. Itu kan sangat menyakitkan. Artinya menteri yang diangkat dari Kaltim dianggap tidak cukup kompeten,” ujarnya.
“Tapi kalau kriteria yang saya sebutkan tadi, sekaligus menjadi jawaban jitu bagi daerah lain. Sehingga daerah lain tidak bisa menyepelekan lagi, bahwa Kaltim diangkat karena memenuhi kriteria, bukan semata-mata sebagai representasi kewilayahan.” (pil/adl/wil)