Kebuntuan Sidang Umum Keluarga Mahasiswa Farmasi Unmul: Penantian SK Resmi Pembekuan BEM Fakultas

Kebuntuan Sidang Umum Keluarga Mahasiswa Farmasi Unmul: Penantian SK Resmi Pembekuan BEM Fakultas

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

SKETSA - Kegiatan Sidang Umum Keluarga Mahasiswa Farmasi (SUKMF), yang seharusnya menjadi agenda rutin tahunan untuk mahasiswa Fakultas Farmasi Unmul, mengalami kebuntuan sejak awal tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh belum adanya Surat Keputusan (SK) resmi terkait pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi yang berimbas pada tertundanya agenda SUKMF.

SUKMF merupakan forum pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang wajib dilaksanakan satu kali dalam satu kepengurusan. Hal ini diatur dalam Anggaran Dasar Keluarga Mahasiswa Farmasi (KMF) Pasal 9 dan Anggaran Rumah Tangga KMF Pasal 3. Perhelatan SUKMF menjadi tugas serta wewenang DPM, dan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Garis Besar Haluan Organisasi.
2. Meminta pertanggungjawaban pengurus DPM Farmasi Unmul dan BEM Farmasi Unmul.
3. Menetapkan dan mengambil sumpah anggota DPM Farmasi.
4. Menetapkan dan mengambil sumpah Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih BEM Farmasi Unmul.

Dari keempat poin di atas, akun instagram @aliansimahasiswa.famul menyatakan bahwa DPM Farmasi telah melanggar AD/ART dan memberi sorotan terhadap poin nomor 2. Akun tersebut menuntut pelaksanaan SUKMF guna membahas kekosongan lembaga eksekutif di Farmasi setelah BEM dibekukan sejak Februari lalu. 

Diajeng Fitri Miniardi, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Farmasi Unmul, dalam wawancara menjelaskan bahwa meskipun secara de facto BEM Fakultas telah dinyatakan dibekukan sejak Februari lalu, Fakultas baru mengeluarkan Berita Acara (BA) tanpa adanya SK resmi. Kondisi ini membuat proses SUKMF menjadi terganjal, sebab dalam SUKMF terdapat pleno yang harus mengesahkan dan melantik BEM yang baru.

“Tanpa adanya SK resmi, kami tidak dapat melanjutkan agenda SUKMF. Ini sangat krusial, karena dalam agenda ini termasuk pelantikan BEM yang saat ini statusnya belum jelas akibat pembekuan,” ujar Diajeng saat diwawancarai secara langsung pada Senin (2/9) lalu. 

“BEM dibekukan sejak Februari, tetapi hingga saat ini (pihak) fakultas hanya mengeluarkan BA, bukan SK. Padahal, tanpa SK, status pembekuan BEM tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” tambahnya.

Diajeng juga mengungkapkan bahwa pembekuan ini berdampak pada banyak aspek, termasuk terhentinya berbagai program kerja yang seharusnya diinisiasi oleh BEM. 

“Ada banyak program yang tertunda, dan tanpa kepastian status BEM, kami tidak bisa melangkah ke depan,” jelasnya.

Sementara itu, M. Nahrawi Udharaja, Gubernur BEM Farmasi yang saat ini menjabat, menyampaikan kekecewaannya terkait proses pembekuan ini. Menurut Nahrawi, pihak BEM telah menunggu SK tersebut sejak pengumuman pembekuan pada Februari, namun hingga saat ini belum ada kejelasan dari pihak Fakultas.

“Kami sudah menunggu SK tersebut sejak Februari, tetapi yang dikeluarkan hanya Berita Acara. Padahal, tanpa SK, kami tidak bisa mengambil tindakan yang jelas,” kata Nahrawi ketika ditemui langsung oleh awak Sketsa pada Senin (2/9) lalu. 

Ia menambahkan bahwa situasi ini sangat merugikan BEM, karena banyak program kerja yang direncanakan tidak bisa dilaksanakan akibat status yang menggantung. 

“Ini membuat organisasi kami tidak bisa berjalan efektif, dan mahasiswa pun merasa tidak mendapatkan kepastian terkait peran BEM,” tegasnya.

Sebagai respons terhadap kebuntuan ini, DPM Farmasi melakukan konsolidasi dengan berbagai pihak untuk mencari jalan keluar pada Senin (2/9) lalu. Namun, beberapa pihak menilai upaya ini terlambat dilakukan. 

“Kami mengapresiasi konsolidasi yang dilakukan oleh DPM, tapi langkah ini seharusnya dilakukan lebih awal agar masalah ini tidak berlarut-larut,” aku Nahrawi.

Menurut salah satu mahasiswa Fakultas Farmasi yang enggan disebutkan namanya, konsolidasi yang dilakukan lebih kepada upaya meluruskan informasi dari kedua belah pihak. 

“Konsolidasi ini lebih pada pelurusan isu, bukan untuk mencari solusi yang konkret. Yang kami dengar hanyalah pengakuan dari masing-masing pihak, tanpa adanya tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah,” jelasnya saat diwawancarai Sketsa ketika konsolidasi berakhir.

Mahasiswa tersebut juga mengharapkan agar DPM bisa lebih aktif dalam berkomunikasi dengan pihak Fakultas agar masalah ini segera selesai. 

“Kami berharap DPM bisa lebih proaktif dalam mencari kejelasan dari Fakultas. Saat ini, semuanya masih menggantung, dan kami sebagai mahasiswa merasa dirugikan,” katanya. 

Ia menambahkan bahwa kinerja DPM selama ini cukup baik, tetapi dalam kasus ini diharapkan bisa lebih berperan aktif untuk mempercepat penyelesaian masalah.

Dengan adanya pembekuan BEM yang belum didukung oleh SK resmi, aktivitas mahasiswa di Fakultas Farmasi Unmul terganggu. Berbagai program kerja dan inisiatif mahasiswa tertunda, sementara pihak DPM dan BEM terus berusaha menuntut kejelasan dari Fakultas. 

Diajeng menegaskan bahwa tanpa SK resmi, BEM tidak dapat diaktifkan kembali, dan SUKMF tidak dapat dilaksanakan.

“Kami membutuhkan kejelasan segera dari Fakultas. Jika tidak, maka agenda mahasiswa, termasuk SUKMF, akan terus terhambat, dan ini jelas merugikan mahasiswa secara keseluruhan,” tutup Diajeng. (cok/ria/ali/rla/mar)