Aksi 20 tahun Reformasi, Bukan Sekadar Seremoni

Aksi 20 tahun Reformasi, Bukan Sekadar Seremoni

SKETSA - Peringati 2 dekade reformasi, puluhan massa gelar aksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (21/5) kemarin. Menurut pantauan Sketsa sekitar pukul setengah 4 sore, aparat nampak berupaya menutup pagar besi, pun massa yang tergabung dalam Aliansi Garda Kaltim terus melawan membuka pagar lantaran ingin menerobos masuk sembari melontarkan orasi. Di sudut lain, terlihat Presiden BEM KM Unmul Rizaldo tengah melakukan negosiasi kepada pihak DPRD.

Tercatat pukul 3.45 siang, pagar dibuka lebar diikuti puluhan massa yang masuk hanya hingga batas pos keamanan. Negosiasi alot terus berlangsung antara Rizaldo dan pihak DPRD, sempat terdengar pula suara-suara berintonasi tinggi tanda kemarahan dari pihak DPRD. Tak mau ambil risiko, Aldo mengomando massa untuk kembali mundur pukul 4.14 sore dilanjutkan orasi dari berbagai perwakilan lembaga tepat di depan pagar yang kembali ditutup rapat oleh aparat.

Aliansi Garda Kaltim yang terdiri dari BEM Se-Samarinda dan Lembaga Eksternal ini menyuarakan 4 tuntutan yakni mengembalikan stabilitas perekonomian negara, mewujudkan kedaulatan pangan dan energi, meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja Indonesia dan Pendidikan yang terjangkau dan menegakkan demokrasi, menolak pembungkaman, menindak tegas pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan refresifitas terhadap masyarakat.

Pribumi terjajah di tanah sendiri, begitulah kiranya ungkapan yang dirasa pas melihat kondisi kedaualatan pangan dan energi dalam negeri. Dikatakan Humas Aksi, Sigit Untoro, sebesar 85 persen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengelola gas energi dikuasai Tenaga Kerja Asing (TKA). Selain itu saat ditemui Sketsa pasca aksi, Sigit menyayangkan sikap pemerintah yang melakukan impor pangan besar-besaran.

Terkait stabilitas perekonomian nasional, menurutnya kondisi saat ini tak jauh berbeda dengan kondisi di era 1998. “Kalau pemerintah tidak konsisten dalam menstabilkan ekonomi, mau-tidak-mau kita akan memberi kartu merah kepada pemerintah,” serunya.

Masalah pendidikan yang mahal dengan adanya Student Loan dan munculnya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pun menjadi dasar untuk digaungkan tuntutan pada aksi ini. Dikatakan Sigit, UU MD3 dan RKUHP merupakan bentuk pemerintah yang antikritik.

“Pemerintah tidak bisa seenaknya mengeluarkan kebijakan tanpa ada persetujuan masyarakat, karena masyarakatlah yang menjadi korbannya, seharusnya pemerintah harus lebih bijak,” tegasnya.

Terpisah, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Aulia Furqon mengatakan bahwa pagelaran aksi ini sebelum telah melalui godokan dalam diskusi Kajian Obrolan Pergerakan dan Advokasi Isu (KOPI) Mulawarman pada Senin (14/5) lalu membahas gerakan perjuangan mahasiswa 20 tahun reformasi. Menurutnya, perlu disadari bahwa hingga saat ini negeri masih banyak lemahnya di berbagai sektor.

“Momen reformasi ini jangan jadikan sebagai seremonial belaka, tapi ada tingkat evaluasi bahwa negeri kita sekarang ini banyak kekurangan di seluruh sektor dari ekonomi tidak stabil hingga pangan bermasalah,” tukasnya. (snh/adl/els)