Lifestyle

Penjajah, Ikan, Film Hollywood, dan Human Trafficking

Ikan-ikan dari Benjina dinaikkan kapal. (Sumber foto: Erix Soekamti)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Perhatian: Tulisan ini mengangkat tema cukup berat dan berpotensi menghancurkan akhir pekanmu!

Apa yang kamu pikirkan saat mendengar Human Trafficking? Perdagangan anak di bawah umur, wanita, bisnis pelacuran? Jika itu jawabanmu, maka sesaat lagi kamu akan membaca cerita perdagangan manusia dalam versi yang berbeda.


Penjajah dan Ikan

Papua kita kenal dengan kawasan timur Indonesia yang memiliki sumber daya emas melimpah, alam yang menakjubkan, dan kekayaan budaya. Tapi, kamu harus tahu tentang suatu kawasan di Papua bernama Benjina yang bisa dikatakan sebagai istana ikan. Sebuah perusahaan penangkapan ikan mampu mengirim 500 ton ikan segar dalam sehari. 

500 ton bukanlah jumlah yang sedikit, kalau kamu penasaran sebanyak apa ikan yang ditangkap dalam sehari tersebut, kamu bisa membayangkan ikan tersebut disusun membentuk sebuah bangun ruang. Mungkin bisa menyaingi besar gedung rektorat Unmul. Tak sampai di situ, rupanya perusahaan tersebut secara konsisten telah menghasilkan ikan dalam jumlah itu sedari zaman Presiden Soeharto hingga tahun 2015. Wow!

Tapi, jangan bayangkan pencapaian masif itu bisa dinikmati orang Indonesia. Bahkan, warga Papua tepat di mana perusahaan itu menjala ikan-ikan kita. Perusahaan tersebut adalah milik orang Thailand, yang memiliki ribuan kapal dan tentunya ribuan pekerja yang juga berasal dari Thailand dan Myanmar. Sudah kesal? Tahan dulu kawan, cerita tak berakhir sampai di situ.

Di Thailand, kita dengan mudah bisa mendapatkan ikan segar dengan harga yang sangat murah, diulangi sangat murah. Kenapa bisa? Karena ikan dari Benjina ini diedarkan di Thailand dan karena ribuan nelayan milik perusahaan Thailand tersebut tidak dibayar dan atau dibayar sesuka hati, maka tak heran jika ikan-ikan tersebut dihargai murah. Nah lho.


Kejahatan Perdagangan Manusia Seperti di Film

Diceritakan oleh pentolan Endank Soekamti, Erix Soekamti yang baru saja menyelesaikan proses pembuatan album ke-8, band asal Yogjakarta yang mengambil set lokasi di Papua. Erix memiliki teman bernama Indra yang sebulan sebelum crew Soekamti ke Papua telah lebih dulu ke sana dengan menggunakan kapal yang sama dengan yang dipakai oleh Soekamti. Bedanya jika Endank Soekamti melakukan perjalanan untuk keperluan recording dan pembuatan video musik, Indra dipekerjakan oleh rumah film asal Amerika untuk membuat film dokumenter.

Film dokumenter yang diangkat dari kisah nyata tersebut menceritakan tentang kejahatan maritim yang dilakukan oleh perusahaan Thailand seperti disebut di atas. Namun film tersebut menitikberatkan pada perdagangan manusia yang dilakukan oleh perusahaan 'ikan' itu.

Mengapa ikan di Thailand murah adalah karena pekerja dari perusahaan penangkap ikan yang tidak dibayar. Lalu dari mana mereka mendapat ribuan pekerja yang tidak perlu dibayar tersebut.

Sejak awal perusahaan ini berdiri, mereka melakukan rekrutmen pekerja yang sangat sadis layaknya kejahatan seperti adegan dalam sebuah film. Remaja berusia 14-16 tahun yang berasal dari Thailand dan Myanmar pertama-tama ditipu daya agar mengunjungi tempat hiburan seperti diskotik dan karaoke. Para remaja tersebut lalu dilayani oleh para wanita yang kemudian menyuguhkan minuman keras dan saat mabuk, mereka dibius hingga tak sadarkan diri.

Bisa ditebak kelanjutannya bahwa korban ketika sadar telah berada disebuah penjara di atas kapal yang telah berlayar di laut lepas. Dengan penjagaan ketat dan kejam, para korban tak mampu berbuat apa-apa. Terlebih tak ada alat komunikasi yang mereka miliki.

Sesampai di Benjina, mereka ditempatkan di sebuah pulau yang berjarak 3 jam menggunakan kapal dari pulau terdekat yang ditinggali warga Papua. Di pulau tersebut mereka mendapati perlakuan kerja paksa menangkap ikan tanpa dibayar. Puluhan tahun mereka habiskan di 'penjara' hidup tersebut. Jika kedapatan malas bekerja, para pengawas akan menghadiahi pukulan dari tongkat kayu hingga luka dan mengalami patah tulang. Apakah diobati setelah itu? Tidak! Jika ada yang kabur, mereka akan dicari sampai ketemu dan akan dihabisi saat itu juga.

Para pekerja ini memiliki empat nama. Nama Thailand yang merupakan nama asli, nama Indonesia, nama Papua, dan nama kuburan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan jejak dari para korban. Kesadisan mereka toh tak berhenti pada penyiksaan yang dilakukan semasa hidup. Saat para pekerja meninggal, mereka akan dikuburkan dalam satu liang dengan tiga hingga empat jenazah lainnya. Kejam banget ya.

Namun, ada juga yang berhasil kabur dengan cara berenang ke pulau lain dan memasuki hutan lalu ditolong warga. Sebagian dari mereka menetap dan berumah tangga di kawasan tersebut.


Akhir Hayat si Penjajah

Puluhan tahun 'beraksi' di Benjina, perusahaan tersebut akhirnya dibubarkan oleh wanita lulusan SMP yang hobi menenggelamkan kapal. Ah, kamu pasti sudah tahu siapa dia kan? Tahun 2015 sang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akhirnya membuka tabir buruk si 'penjajah' dan membubarkan perusahaan tersebut. Ribuan orang berhasil dikembalikan ke negara asalnya.

Terdapat satu momen haru saat seorang korban berhasil dilacak profilnya oleh pemerintah. Ia diberi kesempatan melakukan video call dengan keluarganya di Thailand. Saat tersambung, air mata haru mengucur karena selama 26 tahun ia telah dianggap mati oleh keluarganya di Thailand. Momen ini juga disaksikan oleh ribuan korban yang juga ikut menangis. Kalau kamu diposisi itu bisa jelaskan gak sedihnya gimana?

Kembali ke para pekerja yang berhasil kabur seperti diceritakan di atas. Hingga kini mereka masih tersebar di penjuru Papua dan tak tahu bahwa si 'penjajah' telah ditumpas. Oleh tim film dokumenter ini, keberadaan mereka tengah dicari.

Meski terkesan terlambat, tapi setidaknya proyek ilegal ini berhasil diberangus pemerintah Indonesia ya. Kini ikan kita tak bisa dijual ke negeri Gajah Putih dengan harga yang murah lagi, dan para korban bisa kembali ke pangkuan keluarganya lagi. Tisu mana tisu?

By the way, film dokumenter yang diproduksi oleh rumah film Hollywood ini akan dirilis dalam bentuk film layar lebar pada Agustus tahun ini. Cerita selengkapnya bisa kamu saksikan di vlog Erix Soekamti yang diberi judul Human Traficking #DOEs (Eps 481) di link ini ( https://www.youtube.com/watch?v=1nnTvVwC7Hg )

Semoga artikel ini tidak benar-benar menghancurkan akhir pekanmu ya. Jika kamu suka artikel ini silakan like, komen, dan share supaya masuk surga.

Ditulis oleh Ahmad Agus Arifin, Alumni LPM Sketsa Unmul.



Kolom Komentar

Share this article