Event

Mudik Bersama BEM KM Unmul

Kementerian Penalaran dan Keilmuan BEM KM Unmul bergerak dengan menghelat Mulawarman Diskusi (Mudik) pada Senin (30/10) di Gedung Serbaguna Rektorat lantai empat.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Mendekati momentum pesta demokrasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim pada 2018 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang, Kementerian Penalaran dan Keilmuan BEM KM Unmul bergerak dengan menghelat  Mulawarman Diskusi (Mudik) pada Senin (30/10) di Gedung Serbaguna Rektorat  lantai empat.

Mengusung tema “Bhinneka Tunggal Ika, Semboyan atau Alat Politik?”, agenda tersebut dihadiri sejumlah elemen sivitas akademika dari berbagai kampus se-Kalimantan Timur. Dimoderatori I Made Kertayasa, diskusi dimulai pukul 08.00 Wita dan dibuka Wakil Rektor I Mustofa Agung Sardjono mewakili Rektor Unmul.  

Tak tanggung-tanggung, delapan narasumber hadir,  di antaranya Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim Sitti Qomariah, Dandrem 091/ASN Irham Waroihan, Kapolda Kaltim Safaruddin, Ketua KPU Provinsi Kaltim Mohammad Taufik, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Jos Soetomo, Fadly Idris perwakilan KAMMI Kaltim-Kaltara, Ketua Pusdima Unmul Harish Jundana, dan  Presiden BEM KM Unmul Norman Iswahyudi. Kurang satu dari yang semestinya diagendakan yakni tanpa kehadiran Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.

Ditemui usai acara, ketua panitia Mudik Derfiansyah mengatakan, perlu adanya ruang diskusi ilmiah yang membangun dan mengedukasi generasi muda dalam kebhinnekaan untuk menyemarakkan situasi politik di Benua Etam, tentu saja dengan dasar pemahaman, tidak asal berpolitik. Derfi juga menyebutkan pihaknya telah melakukan kerja sama dengan KPU Kota Samarinda demi mengawal jalannya Pemilu.

Selain itu, situasi ibukota negara April lalu menurutnya cukup jadi contoh terdegradasinya kebhinnekaan Indonesia. “Agar jangan sampai terpengaruh isu yang ada di Jakarta, makanya kami mengambil tema Bhinneka Tunggal Ika, supaya kita dapat menjaga persatuan dan kedamaian,” ucap mahasiswa Fakultas Kehutanan 2016 itu.

Terpisah, Presiden BEM KM Unmul Norman Iswahyudi mengatakan, tingkat kecenderungan mahasiswa terhadap politik itu sebenarnya ada. Bisa dilihat dari obrolan saat kumpul-kumpul yang dibahas salah satunya tentang seorang politisi hingga manuver politik yang dilakukan oleh elite tertentu. Namun, untuk kesadaran dalam bergerak menurutnya masih rendah dan hal itu adalah kelemahan mahasiswa saat ini.

Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, melainkan kekuatan. Norman juga tak sepakat jika kekuatan itu kemudian dijadikan alat politik. “Kita mempunyai satu kekuatan bersama yaitu Bhinneka Tunggal Ika sekaligus pemersatu beragamnya kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.  Mungkin masih ada beberapa elemen yang belum menyadarinya. Harapannya dengan gagasan BEM KM Unmul ini bisa menyadarkan arti penting itu,” ucap Norman.

Sementara itu,  Sitti Qomariah menilai ajang semacam ini mampu melatih kreativitas dan daya kritis anak bangsa yang ia harap dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat karena kekritisan yang benar-benar kritis kini sudah terkikis. “Ini juga merupakan sebuah kritik yang tidak hanya kepada kaum muda, tetapi juga kepada diri saya selaku pengampu yang diamanahi agar bisa berkomitmen dan disiplin,” ucapnya. (myg/aml)



Kolom Komentar

Share this article