Berita Kampus

Jelang Pemira FEB, Timses Paslon Saling Serang

Memasuki jelang hari pemilihan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis memanas akibat perseteruan dua kubu tim sukses (timses) pasangan calon (paslon) yang bakal berlaga dalam Pemira FEB 2017 pada 3 Oktober, besok. (Ilustrasi: wartakota.tribunews.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Jelang hari pemilihan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis memanas akibat perseteruan dua kubu tim sukses (timses) pasangan calon (paslon) yang bakal berlaga dalam Pemira FEB 2017 pada 3 Oktober, besok. Kubu paslon 2 Suwondo-Praja diduga menyalahi etika kampanye dengan menampilkan foto Dekan FEB Syarifah Hudayah dalam alat kampanye mereka, yang dinilai timses lawan, Freijae-Sukardi mengandung unsur keberpihakan.

Kepada Sketsa, Muhamad Miswar Nasir, ketua timses paslon 1 mengungkapkan, pada pagi 28 September, ia melihat foto Syarifah bersama Suwondo-Praja dengan beberapa kalimat testimoni yang terpampang di baliho Gedung Alumni FEB. Merasa berang, Miswar bersama dua rekan timses paslon 1 lainnya menyambangi ruang Dekan FEB guna meminta klarifikasi.

“Ini kan satu bentuk keberpihakan. Kalau secara hukum memang tidak ada diatur tapi kan tidak etis dan membuat stigma di mahasiswa menganggap bahwa mereka didukung sama Ibu (dekan),” katanya. “Langsung kami menghadap Ibu untuk klarifikasi dan malamnya saya langsung buat rilisnya dan sebarkan ke mahasiswa FEB. Itu benar-benar dari Ibu, tidak ada saya tambah atau kurangi.”

Rilis yang ditulis Miswar tersebut memuat beberapa poin. Pertama, dekan belum memahami aturan Pemira FEB sehingga siapapun paslon yang datang tidak dibeda-bedakan. Kedua, dekan tidak berniat sama sekali mendukung atau berpihak kepada salah satu paslon. Kemudian, dekan hanya berharap Pemira tahun ini berjalan lancar dan aman. Keempat, dekan tidak tahu mengenai pencatutan namanya dan merasa kecewa. Terakhir, dekan meminta kepada paslon yang bersangkutan untuk segera mencabut atribut tersebut.

Rilis itu beredar luas dan bahkan, kata Miswar, sempat membuat sejumlah grup chat rusuh. Ia bersama timses diserang dan diminta untuk tidak melangkah lebih jauh.

“Mereka merasa dijatuhkan karena rilis itu. Saya bukannya ingin menjatuhkan, saya hanya ingin mencerdaskan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa supaya kritis,” tukas Miswar.

Sementara itu, Suwondo, paslon nomor 2 membantah pihaknya disebut melanggar etika kampanye. Mahasiswa Akuntansi 2015 itu menyatakan telah juga menemui dekan dan mengonfirmasi bahwa kedatangannya hanya untuk meminta doa restu.

“Bagi kami, pemimpin itu orang yang berbicara dan bertindak, makanya kami langsung gerak cepat sebagai mahasiswa langsung menghadap ibu dekan, meminta restu tapi bukan bermaksud minta mendukung kami. Tidak ada maksud apa-apa. Ibu dekan juga menyampaikan jangan sampai ada lagi yang berdebat masalah ini. Ini juga menghormati pemimpin kita jangan sampai Pemira ini fokus dengan mahasiswa tapi kita lupa dengan pemimpin kita,” akunya.

Dekan FEB Syarifah Hudayah saat ditemui usai memberikan sambutan dalam acara Debat Kandidat Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM FEB (30/9) kemarin dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak mendukung salah satu paslon. Menurutnya, paslon bersangkutan tidak gamblang meminta dukungan, melainkan hanya pandangan untuk FEB ke depan.

“Ibu sampaikan di sini bahwa ibu sebagai pimpinan disaksikan oleh Allah SWT tidak ada ibu mendukung salah satu kandidat. Keduanya Ibu dukung untuk maju. Dua-duanya punya kemampuan. Ibu hanya bisa berdoa karena tidak ada suara ibu ya,” jelasnya.

Sementara Ketua DPM FEB Dwi Luthfi mengaku kecewa atas terjadinya peristiwa ini. “Kami menyayangkan, ya, kenapa sampai terjadi kampanye seperti itu. Kalau paham pasti tidak akan terjadi seperti itu,” tukasnya.

Timses Paslon 1 Langgar Undang-Undang Pemira?

Dalam Undang-Undang Keluarga Mahasiswa FEB Unmul tentang Pemira FEB 2017 Pasal 57 poin a disebutkan bahwa Badan Pekerja Pemilihan Umum Raya (BPPR) berhak menghilangkan perolehan suara pasangan calon apabila dengan sengaja menghujat dan mencela calon lain dengan maksud merusak nama baik calon lain.

Timses paslon 1 telah terbukti melakukan penyebarluasan rilis terkait kesalahan timses lawan. Sejumlah pihak menuding, timses paslon 1 telah melakukan pencemaran nama baik. Namun, hal ini buru-buru dibantah Luthfi. Menurutnya, kedua paslon sama-sama saling merugikan. Kendati begitu, sanksi tidak diberikan sebab belum ditetapkan.

“Aturannya itu tidak boleh menghujat, merugikan paslon. Dua-duanya saling merugikan. Paslon 2 merugikan pengambilalihan perspektif dalam rangka mendapatkan dukungan dekan, itu jelas. Paslon 1 merugikan paslon 2 dengan menyebarkan rilis. Paslon 1 punya data rilisnya, kalau tidak benar kenapa diturunkan itu balihonya,” ujar Luthfi.

Perkara timses 2 yang melanggar etika kampanye dengan mencatut foto dekan dianggap Luthfi karena ketidaktahuan, kurangnya pengalaman sebagai mahasiswa angkatan 2015 bagi Luthfi juga jadi sebab.

“Mereka bilang ‘tidak ada aturannya kan’. Ya, karena kupikir tanpa diatur harusnya mereka tahu. Mereka semuanya itu apa-apa mau diatur,” lanjutnya.

Kemudian, dalam Pasal 54 poin 1, 2, dan 3 disebutkan bahwa pengajuan keberatan dapat dilakukan oleh masing-masing pasangan calon setelah perhitungan suara, keberatan diajukan kepada BPPR apabila terjadi kecurangan/pelanggaran dalam proses jalannya Pemira disertakan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, dan masa pengajuan keberatan dilakukan selama dua hari setelah perhitungan suara.

Sedangkan untuk aktivitas gugatan, dikatakan Luthfi timses paslon 1 tidak melanggar. “Kemarin itu mereka bukan menggugat, hanya mengklarifikasi. Gugatan itu harus melampirkan surat berisi nama, kronologis, waktu, tempat, jelas. Ada bukti objektif, jadi mereka tidak melanggar,” ucapnya.

29 September lalu, DPM beserta perangkat Pemira dan paslon bersama timses masing-masing menggelar pertemuan membahas indikasi dukungan dekan tersebut.

Haramnya BPH BEM dan DPM Jadi Timses

Dikeluarkannya aturan tentang kriteria timses bagi dua paslon ketua dan wakil ketua BEM FEB 2017 pada (29/9) lalu juga menuai pro dan kontra. Kebijakan ini berdasarkan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPM FEB yang kemudian ditangkap kepada Panitia Pengawas (Panwas) Pemira FEB 2017. Sebelumnya aturan ini dikeluarkan, anggota timses yang menjabat BPH di BEM dan DPM diperbolehkan mengikuti aktivitas kampanye.

“Aku sudah nebak responsnya. Ini atas usulan Panwas. Kami ada pertemuan kalau enggak Senin, Selasa. Tapi baru kukeluarkan putusannya itu Jumat. Ini masalah etika,” jelas Luthfi.

Dua paslon sebenarnya punya pengangan yang kuat dari sisi timses.  Hanya saja, kata Luthfi, oleh sebab ketua timsesnya berasal dari BPH BEM, maka keputusan ini dinilai menjebak dan sarat tendensi. “Nah, kalau UKM enggak masalah karena dia minat bakat. Tapi kalau BEM jangan,” imbuhnya.

Sementara itu, dari kubu paslon 1 menanggapi aturan ini santai. “Pemira ini kan untuk memilih eksekutif mahasiswa selanjutnya, kalau kemudian mereka –Badan Pengurus Harian BEM terlibat jadi timses lagi-lagi ini akan menggiring stigma di mahasiswa. Ini khusus eksekutif dan legislatif, kalau UKM enggak masalah. Paslon 2 sempat mempermasalahkan, tapi sudah diselesaikan DPM,” ucap Miswar.

Senada dengan Miswar, Suwondo pun merasa aturan ini tak mengganggu pihaknya. Kendati demikian, ia mengeluhkan kurangnya sosialisasi dari DPM. “Kami tidak merasa dirugikan. Kami sudah pahamkan juga ke timses kami. Kami juga masih ada tanggung jawab di BEM jadi enggak papa. Masalah ini tidak mengganggu kami,” pungkasnya. (aml/wal)



Kolom Komentar

Share this article