Berita Kampus

Berangkat dari Keresahan, Dosen FT Unmul Ciptakan Teknologi Pendeteksi Ketinggian Air

Dosen Prodi Informatika berinovasi ciptakan alat pendeteksi perkiraan cuaca secara real time

Sumber Gambar: Naufal/Sketsa

SKETSA - FT Unmul berhasil ciptakan sebuah terobosan yang disebut Water Weather Air Monitoring Station (W2A Station). Teknologi yang dikembangkan oleh Anton Prafanto, salah satu dosen Program Studi (Prodi) Informatika tersebut merupakan alat pendeteksi yang dapat mengukur ketinggian air secara real time.

Dosen yang akrab disapa Anton itu menjelaskan bahwa ide untuk membuat teknologi pendeteksi ketinggian air tersebut muncul akibat fenomena banjir yang kerap terjadi di Samarinda. Di mana ketika hujan terjadi, volume air meningkat dan berdampak pada arus sungai.

“Inovasi itu datang sebenarnya dari kegalauan saya, kekhawatiran saya ketika ada hujan deras kemudian arus sungai itu masuk dari laut otomatis kan Sungai Karang Mumus naik. Dulu kan itu memang kebutulan belum ada (teknologi pendeteksi banjir),” ujarnya.

Anton menyebutkan jika teknologi tersebut dikembangkan maka akan sangat bermanfaat bagi kota Samarinda. Dalam pengembangan terobosan tersebut, ia sendiri banyak mendapat dukungan dari Dekan FT baik segi pendanaan maupun pengadaan. Dirinya bahkan sempat dihubungi oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) untuk diajak kerja sama dalam pengembangan produksi alat tersebut. 

“Sempat ngobrol sama Pemkot, jadi gimana supaya alatnya ini bisa diperbanyak. Mereka langsung nembak berapa harganya bla bla bla, lalu kemudian harapannya ditaruh di tiap kecamatan Samarinda supaya nanti bisa monitoring udara sama cuaca di Samarinda.”

Untuk pembuatan sendiri, tiap satu unit dari teknologi tersebut dapat memakan waktu sekitar dua minggu. Melalui wawancara yang dilakukan oleh awak Sketsa dengan Anton pada Rabu (29/5) lalu, diketahui bahwa kisaran biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan teknologi W2A Station ini berkisar mulai dari 80 juta hingga 200 juta per unitnya.

“Untuk (alat pendeteksi) ini, yang di sana masih kelas 2 nya, kalau kelas 1 itu yang benar-benar industrial grade gitu ya, itu 80-200 juta, ketahanan baterai, ketahanan hujan dan panasnya ngaruh dari segi apps-nya itu matang gitu. Kalau untuk saat ini saya masih menggunakan Antares. Antares itu punya Telkom gitu ya jadi segala halnya masih pakai dana pribadi. Makanya saya minta bantuan karena itu bisa dimanfaatkan,” ungkapnya.

Selain berfungsi sebagai alat pendeteksi banjir, teknologi W2A Station juga dapat digunakan untuk mengukur cuaca dan kualitas udara. Secara konsep, cara kerja alat tersebut terbilang sederhana. Setelah diposisikan di lingkungan terbuka, alat tersebut akan mulai mendeteksi suhu cuaca, kualitas udara, serta ketinggian air. Setelah itu, data yang terdeteksi akan dikirim ke komputer untuk dapat dilihat data output-nya melalui database komputer.

Terakhir, Anton berharap agar teknologi W2A Station dapat diproduksi lebih banyak dan dapat tersebar di seluruh wilayah Samarinda. Ia ingin para warga maupun pengunjung dari luar Samarinda dapat melihat data perkiraan cuaca secara realtime dan update melalui website Samarinda. (npl/nkh/wan/ali).




Kolom Komentar

Share this article