Wakili Kaltim ke AS, Hanna Pertiwi: Belajar dan Kenali Diri
Hanna Pertiwi, perwakilan Kaltim dalam program Outstanding Youth for The World dan International Visitor Leadership Program.
Sumber: Dokumen Pribadi
SKETSA – Mengangkat pembahasan mengenai keterwakilan perempuan dalam bidang politik, Hanna Pertiwi mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) program studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris berkesempatan ke Amerika Serikat.
Adapun program yang diikuti Hanna ialah Outstanding Youth for The World (OYTW) dan International Visitor Leadership Program (IVLP) yang diadakan dalam rangka memperingati 70 tahun hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat.
OYTW merupakan program yang diadakan Kementrian Luar Negeri RI dan IVLP adalah program dari Department of State (DoS). Hanna menyebutkan dirinya melewati tiga tahapan yakni seleksi berkas, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD).
Tahap pertama, ia harus bersaing dengan 548 pendaftar agar disaring menjadi 60 dengan mengumpulkan CV, esai, dan video profile yang semuanya berbahasa Inggris. Tahap kedua, seleksi dilakukan untuk mencari 20 pendaftar dan terakhir menjadi 10 pendaftar yang nantinya mengikuti program tersebut.
Seperti yang dituturkan gadis kelahiran Samarinda ini, program tersebut awalnya ditujukan untuk pemimpin asing, profesor, dan beberapa orang rujukan. Namun, tahun ini dibuka untuk umum.
Hanna menceritakan bahwa dirinya sempat salah mengirimkan berkasnya, namun selama proses seleksi berlangsung tidak ada kendala berarti.
“Aku sempat salah kirim e-mail, aku pikir bakal gak lolos. Juga mungkin kendalanya karena aku bukan anak Hubungan Internasional (HI), aku harus lebih keras belajar tentang diplomasi dan lain-lain.”
Dirinya mengaku memang tertarik dengan ilmu politik, esainya pun merupakan buah keresahan dalam memandang permasalahan negeri bahkan dunia. Ia mengaku bahwa mengangkat isu perempuan dan politik adalah penting.
“Seluruh belahan dunia membutuhkan keterwakilan perempuan dalam politik. Siapa lagi yang menyuarakan hak perempuan kalau bukan perempuan itu sendiri?” ungkap gadis yang juga merupakan alumni Forum Indonesia Muda (FIM) ini.
Program ini bersifat fully funded. Ia juga berterima kasih pada semua pihak yang mendukung dan membantunya dalam proses tersebut. Selama di negeri Paman Sam, ia mengunjungi empat negara bagian seperti Washington, D.C., New York, New Orleans, dan San Fransisco. Ia banyak mempelajari hal baru seperti tata kelola pemerintahan, diversity, democracy society, local advocacy, cultural awareness, dan entrepreneur.
“Kita juga ketemu sama Permias. Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat. Kita ke PBB. Ikut kegiatan volunteer untuk difabel, dan Indonesian Muslim Association in America (IMAAM)," jelasnya.
Harapannya, setelah mengikuti program ini ia ingin menghidupkan kembali sekolah politik perempuan yang sempat ia canangkan dahulu saat berada di FIM. Namun, ia memaparkan bahwa dirinya sedang menyusun kurikulum yang akan diajarkan.
Satu hal yang ia soroti adalah antusias anak muda yang ada di Kaltim saat mengikuti event atau program sejenis. Menurutnya, antusias tersebut masih rendah. Paparan informasi sejenis memang belum sebanyak di wilayah Jabodetabek. Namun baginya, itulah peluang besar anak muda di Kaltim untuk bisa lebih bersaing dengan wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.
Ia berpesan agar anak muda di Kaltim rajin mencari informasi, belajar dan mengenali diri sendiri. “Aku daftar juga, karena aku yakin aku bakal malas. Selagi rajin, let's do that,” tutupnya. (rst/len)