Sosok

Rina Juwita: Rona Peran Ganda, Bingkai Perempuan dalam Dunia Kerja

Kisah Rina Juwita sebagai akademisi juga seorang ibu

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Andini/Sketsa

SKETSA - Bukanlah hal yang mudah ketika perempuan memangku peran ganda tatkala sudah bekerja dan berkeluarga. Sebab tanggung jawab yang diemban kini menjadi dua kali lipat. Meski begitu, di balik kisah perempuan berperan ganda ini, dalam prosesnya bertumbuh menyimpan sejumlah cerita tersirat yang menginspirasi.

Salah satunya dapat dilihat melalui kisah Rina Juwita, sosok ibu yang saat ini juga mengemban amanah sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP Unmul. Tidak hanya itu, ia juga merupakan salah satu dosen yang aktif mengajar, khususnya di program studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Unmul. 

Kepada Sketsa, Rina mengungkap bahwa menjadi seorang dosen bukanlah tujuan pekerjaannya. Awalnya, ia hanya mencoba-coba untuk mendaftar sebagai dosen ketika ia ditawari oleh temannya setelah kembali dari perantauan.

“Pas pulang di sini (Samarinda) ada penerimaan dosen, saya iseng ikutlah tes gitu karena diajakin temen waktu itu. Ada temen, waktu itu dia mahasiswa FKIP. Memang temen saya dari zaman SMA, teman baik ngajak, Ada penerimaan dosen di Unmul, ada juga bidangnya kamu, Ilmu Komunikasi,” ucap Rina kepada Sketsa pada Selasa (7/5) lalu.

“Karena kan memang waktu itu (Prodi Ilmu) Komunikasi di sini, baru banget ya. Jadi waktu saya daftar itu juga angkatan pertama untuk penerimaan dosennya. Akhirnya iseng lah saya ikut tes dosennya, eh ternyata lolos ya. Udah, sejak itu ya sudah karena sudah masuk di sini (Unmul) akhirnya, harus komit lah dengan pilihan yang sudah ditentukan gitu,” lanjut Rina. 

Meski menjadi dosen bukanlah tujuan akhir yang diinginkan oleh Rina, ia tetap mencintai pekerjaannya saat ini dan memiliki prinsip untuk menyelesaikan setiap hal yang telah dimulai dengan penuh tanggung jawab dan komitmen.

Rasa cinta terhadap pekerjaan, tanggung jawab, juga dukungan dari orang-orang di sekitar Rina tidak serta merta membuat ia merasa ringan dan mudah. Terdapat tantangan yang turut hadir menyertai perjalanan karirnya. Mulai dari lingkungan hingga sistem yang masih memberi porsi tak seimbang terhadap kehadiran perempuan di dunia pekerjaan. 

“Kalo perbedaan antara laki dan perempuan, well let's say ... ada sih ya pasti ada, nggak mungkin nggak walaupun kita di ranah bidang pendidikan,” ujar Rina. 

“... misalnya nih yang kemudian terasa bahwa banyak public service di Indonesia itu nggak ramah ibu dan anak, misalnya gitu, termasuk di Unmul kalo menurut saya,” lanjutnya.

Kurangnya fasilitas ramah ibu dan anak menjadi salah satu tantangan yang turut dirasakan oleh Rina. Tempat khusus untuk ibu menyusui ataupun penitipan anak masih sangat minim ketersediaannya di ruang publik, khususnya di kantor atau tempat kerja.

Perempuan lulusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini sempat membagikan kisahnya di mana ia memomong anaknya yang masih berusia 3 bulan ke kantor tempatnya bekerja. Dengan ruang seadanya yang tersedia, ia tetap bisa menjalankan perannya sebagai pengajar juga sebagai seorang ibu.

“Nah itu yang jadi sangat challenging buat kita, mamak-mamak ini ya. Saya menyadari dengan hal itu. Dan saya itu tipe orang yang juga agak sulit untuk menemukan orang yang saya percaya untuk jaga anak saya.”

“Sementara tidak semua atasan cukup child friendly, nggak semua yang kemudian bisa ketika kamu kerja ya, kamu harus profesional, banyak yang menuntut seperti itu, begitu pun di dunia pendidikan,” lanjut perempuan yang juga sempat menjabat sebagai koordinator Prodi S1 Ilkom tersebut.

Meski jabatan pekerjaan sekarang sudah banyak diisi oleh perempuan, Rina tak menampik masih adanya anggapan remeh temeh terhadap perempuan di lingkungannya bekerja. Khususnya ketika perempuan menempati posisi strategis, Rina mengungkapkan masih banyak pihak yang sering meragukan kinerja yang dipegang oleh perempuan. 

“Tapi ya kita masih melihat banyak laki-laki yang masih sangat misoginis seperti itu, yang berpikiran bahwa, ya perempuan itu second class gitu loh, nggak bisa kalo berada pada posisi-posisi kunci. Nah itu yang menurut saya masih kerasa sampai sekarang ada,” bebernya ketika disambangi langsung di kantornya. 

Sehingga menurut Rina, nilai-nilai patriarki dalam lingkungan kerja, khususnya Unmul masih jelas terjadi dan tak jarang menempatkan posisi perempuan dalam status yang diragukan. Padahal pada kenyataannya, ia memandang bahwa perempuan dalam pekerjaan lebih memiliki jiwa humanis yang tinggi. (ysn/mou/ryn/ali)




Kolom Komentar

Share this article