Sosok

Cerita Inspiratif dibalik Tingginya UKT Bagian 2 : Kisah si Yatim Piatu Rela Jual Motor Demi Bayar UKT

Hasan Ash'ari

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - "Awalnya saya dapat UKT Rp 500 ribu saat pengisian borang online, namun saat validasi naik hingga Rp 4 juta," beber Hasan Ash'ari saat memulai kisahnya.

Hasan Ash'ari adalah mahasiswa FKIP Matematika angkatan 2015 yang mengalami anomali UKT. Merasa tidak sanggup jika harus membayar Rp 4 juta, ia memelas kepada validator agar menurunkan UKT atas namanya. Usahanya berhasil, meski tak bisa mengembalikan ke angka 500 ribu, setidaknya dua juta dirasa lebih manusiawi baginya.

"Kalau seandainya saya enggak bisa menawar, bisa jadi saya ngikut saja empat juta," pungkasnya.

Hasan adalah yatim piatu. Ibunya telah wafat 2011 lalu, disusul ayahnya tiga tahun berselang tepatnya setelah Hasan lulus SMA. Hasan adalah anak ke empat dari lima bersaudara.

Sama seperti remaja kebanyakan, Hasan memiliki tekad tinggi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Awalnya ia sempat berharap kapada para kakaknya. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Dua kakak lelaki Hasan yang sangat diharapkan bisa membantu membiayainya kuliah malah tak ada kabarnya. Kakak perempuan lainnya juga tak mampu berbuat lebih. Kondisi ini kemudian memaksa Hasan pasrah dan tak ngoyo lagi untuk langsung berkuliah. Pria kelahiran Trenggalek ini kemudian bekerja selama setahun dan uangnya ia tabung untuk bekal kuliah setahun kemudian.

"Biaya kuliah dan lain-lain murni uang saya sendiri, walaupun saya ada kakak yang di sini cuman kan enggak enak kalau minta. Bahkan, terkadang kakak yang minjam uang ke saya karena penghasilan suaminya juga enggak tetap," tutur pria penyuka tenis meja itu.

Tahun ini Hasan telah memasuki semester ketiganya berkuliah. Ia tak mau terus dihantui oleh besarnya angka UKT dan biaya hidup, ia menggunakan waktu senggangnya untuk bekerja. Saat ini Hasan mengajar bimbel di sebuah lembaga di Samarinda. Untuk menambah pemasukan, Hasan juga kerap melakukan pekerjaan serabut yang diberikan oleh warga yang bersimpati padanya.

"Kalau ada orang menyuruh bersihkan kebunnya, ya saya kerjain. Nanti dikasih uang kan lumayan. Jadi ya sering-sering aja aktif di masyarakat," lirihnya.

Dengan pemasukan yang minim, Hasan harus telaten mengatur uang untuk biaya kuliah, kontrakan, maupun biaya sehari-hari. Sempat di satu momen Hasan tak memiliki tabungan untuk membayar SPP dan biaya hidupnya. Dengan terpaksa dia harus rela menjual motor kesayangannya.

Bukan tak bersyukur, sesekali Hasan juga menyesali keadaannya kini. Ia sangat ingin seperti mahasiswa lain yang menjalani hidup normal. Berkuliah dengan limpahan dana berkecukupan dari orang tuanya sehingga bisa fokus pada perkuliahan saja. Tak perlu memikirkan besok makan apa, besok bayar kontrakan bagaimana. Sedikit banyak perkuliahan Hasan terganggu dengan aktivitas kerjanya. Untuk itu kini ia masih akan mengajukan permohonan penurunan UKT dan berharap UKT tak lagi mencekiknya.

"Kalau UKT rendah kan enak juga kita enggak terlalu mikirin gimana bayarnya. Jadi bisa fokus kuliah, " katanya.

Diakhir kisahnya Hasan memiliki harapan agar mahasiswa yang kini berkecukupan bisa memanfaatkan fasilitas itu dengan baik. Menyelesaikan studi tepat waktu dengan hasil memuaskan, karena masih banyak mahasiswa yang harus membagi fokusnya untuk bekerja dan kuliah. Dan Hasan, salah satu di antara sekian banyak lainnya. (snh/tah/e2)



Kolom Komentar

Share this article