Sosok

Alumnus Statistika: Berbagi Pengalaman, Manisnya Gapai Impian

Riki Herliansyah alumnus Statistika, FMIPA Unmul. (Sumber foto: Dok.pribadi)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Universitas Mulawarman patut berbangga, sebagai universitas tertua dan kini telah berakreditasi A. Unmul telah luluskan ribuan mahasiswa, tak sedikit pula yang mengharumkan namanya. Salah satunya, ialah Riki Herliansyah alumnus Statistika, Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) angkatan 2010. Pemuda asal Sangkulirang ini, mampu bersaing dengan pemuda dari belahan dunia lain. Ia satu di antara 16.295 penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Sebagaimana diketahui, beasiswa ini paling banyak diincar para Scholarship Hunter. Bagi pemuda Indonesia yang ingin melanjutkan studi, baik program S2 dan S3 di dalam maupun luar negeri. Adanya beasiswa ini sebagai upaya pemerintah menyiapkan bibit unggul penerus bangsa, saat Indonesia mencapai usia emasnya nanti tahun 2045. Semua keperluan studi ditanggung sepenuhnya oleh beasiswa ini.

Termasuk Riki, yang diterima tahun 2015 lalu. Kesempatan emas tersebut membawanya ke luar negeri, yakni Australia. Ia pun mengambil studi yang sama di University of New South Wales. Kini, gelar Master of Statistic telah dikantonginya.

Ia pun berkisah, sebelumnya ia gagal terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lantas, memantapkan dirinya untuk mendaftar beasiswa LPDP yang saat itu tinggal hitungan hari. Awalnya, Riki mendaftar untuk kuliah dalam negeri. Lalu, setelah diterima, ia mengajukan transfer untuk apply universitas ke luar negeri.

Meski saat itu, Riki hanya mengantongi skor TOEFL 500, tekadnya makin besar. Namun, ada saja ujian. Kemampuan berbahasa Inggris yang dites melalui International English Language Testing (IELTS), dengan nilai minimal 6,5.

Pengalamannya dalam mengikuti lomba debat Bahasa Inggris, ternyata masih belum cukup untuk menaklukan tes tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk persiapan IELTS di Kampung Inggris Pare, Kediri selama 2 bulan, kemudian di Surabaya selama sebulan.

Beruntung saat itu, ada kerja sama antara LPDP dan UNSW. Sehingga, tes IELTS kedua biaya telah ditanggung. Sebab, sekali tes memakan Rp 3 juta. Akhirnya, usaha tak pernah khianati hasil, tes keduanya mencukupi dari skor yang dipatok. Begitulah, ia sampai ke Negeri Kangguru itu.

Dulu, Riki memang dikenal sebagai sosok yang berprestasi di kampus Benua Etam ini. Selain pernah menjadi juara lomba debat Bahasa Inggris se-Samarinda, pria yang Desember nanti genap berusia 25 tahun itu lulus dengan IPK nyaris sempurna, 3,92.

Berada di lingkungan eksak, tak membuat dirinya jadi seorang individualis. Terbukti, selain sibuk kuliah ia pun turut aktif dalam pergerakan mahasiswa di kampusnya. Riki sempat menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Statistika periode 2012-2013. Lalu, ia naik menjadi Ketua BEM FMIPA 2013-2014.

Saat berkuliah di luar negeri, ia juga tergabung dalam Keluarga Pelajar Islam Indonesia, serta organisasi lain yang menambah kapasitas dirinya. Pria yang hobi memancing ini pun berpesan, "Mulailah dari sekarang harus sudah persiapkan diri. Khususnya, bahasa. Pasang target, kemudian maksimalkan usaha untuk mencapai target."

Jangan berhenti di situ, lebih lanjut Riki menyarankan tingkatkan softskill. Mulai dari kepemimpinan (leadership), retorika (public speaking), juga kerohanian. Tak usah berpatok pada nilai bagus, semisal IPK harus 4. Nilai cukup, namun attitude mesti bagus. (amr/jdj)



Kolom Komentar

Share this article