Resensi

Kim Ji-Young: Born 1982: Perempuan dalam Bingkai Patriarki

Film Kim Ji-Young: Born 1982 bercerita tentang seorang wanita yang mengalami depresi postpartum. Ia kerap melamun dan berbicara melantur seolah ia adalah orang lain.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: viu.com

SKETSA - "Perempuan zaman dulu enggak bisa pergi sekolah, makanya enak kalian sekarang yang bisa pergi sampai ke perguruan tinggi".

Acapkali, kita mendengar pernyataan tentang bagaimana kehidupan perempuan saat ini telah jauh lebih baik dibanding masa-masa sebelumnya. Melalui Kim Ji-Young: Born 1982, kita seolah kembali diingatkan, bahwa diskriminasi gender dalam budaya patriarki masih terus terjadi. 

Diangkat dari novel dengan judul serupa, Kim Ji-Young: Born 1982 bercerita tentang seorang wanita yang mengalami depresi postpartum. Ia kerap melamun dan berbicara melantur seolah ia adalah orang lain. Melalui Kim Ji-Young (diperankan oleh Jung Yu Mi), penonton diajak untuk melihat dan merasakan kehidupan Kim Ji-Young dengan peran ganda, baik sebagai seorang ibu rumah tangga, anak, menantu, dan terutama sebagai perempuan. 

Sebagai seorang Ibu, Kim Ji-Young harus meninggalkan banyak hal setelah menikah dan memiliki anak. Tidak sedikit perempuan seperti Kim Ji-Youngyang terpaksa mengubur mimpinya karena menanggung beban mengurus anak sendirian, karena suami bekerja (diperankan oleh Gong Yoo).

Saat suaminya menawarkan diri untuk mangambil cuti mengurus anak, Ji-Young menjadi pihak yang disalahkan karena dianggap menghalangi karier suaminya. Potret atas perlakuan yang berbeda antara lelaki dan perempuan dihadirkan di sini. Padahal suami dan istri punya tanggung jawab yang setara dalam mengurus rumah tangga.

Tanggung jawab mengurus rumah dan anak yang hanya ditimpakan kepada perempuan, membuat hidup Ji-Young biner, seolah hanya memiliki dua pilihan: menjadi ibu yang baik atau mengejar mimpinya. Ketika memilih keduanya, Ia harus menanggung beban ganda, baik dari peran maupun kontruksi sosial yang disematkan hanya pada perempuan.

Tampil sederhana bahkan terkesan pucat, Kim Ji-Young terjebak dalam rutinitas membersihkan rumah dan mengurus anak, hingga ia tidak memiliki kesempatan untuk mengurus dirinya sendiri. Meski begitu, beberapa adegan di dalam film ini menunjukkan Ji-Young yang dipandang hidup enak tanpa bersusah payah karena "hanya" seorang ibu rumah tangga. 

Memiliki alur maju mundur, terdapat pula beberapa kilas balik saat Kim Ji-Young kecil. Beberapa potongan gambar menunjukkan adik laki-laki Ji-Young yang lebih disayang nenek dan ayahnya. Cerita ibu Ji-Young yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena harus bekerja untuk mencukupi biaya pendidikan saudara laki-lakinya juga ditampilkan dalam film ini.

Film ini juga menyinggung kasus pelecehan seksual yang sering dialami perempuan. Ji-Young yang saat itu masih SMA, tak merasa aman, dan mengalami ancaman dikejar oleh orang asing. Mengetahui kejadian ini, ayah Ji-Young justru menyalahkannya karena tidak berpakaian sopan dan tersenyum. Adegan ini menunjukkan ketidakadilan yang dialami perempuan dalam kasus penguntitan, pelecehan seksual, dan kekerasan. Bahkan oleh orang terdekat, korban-korban kasus pelecehan sering kali menjadi pihak yang disalahkan. 

Kim Ji-Young: Born 1982 menguliti budaya patriarki dalam berbagai aspek. Meski menyinggung banyak sekali bentuk diskriminasi yang dialami perempuan, film ini tetap mampu hadir sebagai satu kesatuan yang utuh dengan alur yang jelas.

Film ini hadir untuk membuka mata masyarakat Korea Selatan, bahkan negara Asia lainnya. Bahwa meski zaman telah berubah, bukan berarti diskriminasi terhadap perempuan berhenti. Hal yang sama juga terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. 

Dikemas dalam potongan gambar sederhana yang memanjakan mata, Kim Ji-Young: Born 1982 berhasil menguras air mata penontonnya, ditambah sinematografi apik dan aktris yang piawai memainkan peran. Bagaimana, tertarik menyaksikan kisah Kim Ji-Young? (jen/rst).



Kolom Komentar

Share this article