Resensi

Joker: Drama Perih Seorang Villain

Joker, film yang paling ditunggu di Oktober.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber gambar: m.cnn.indonesia.com

Sutradara: Todd Phillips

Produser: Todd Phillips, Bradley Cooper

Pemeran: Joaquin Phoenix

Distribusi: Warner Bros Picture

Rilis: 4 Oktober 2019 (AS)

Durasi: 122 menit

SKETSA  - Bulan Oktober menjadi penantian panjang bagi fans DC Universe. Pasalnya, Joker adalah salah satu film yang ditunggu-tunggu dan diantisipasi setelah beberapa penggemar kecewa akan sosok Joker pada Suicide Squad (2016) yang diperankan oleh Jared Leto. Kali ini, Joaquin Phoenix didapuk sebagai pemeran Joker. Setelah film besutan Todd Phillips ini memenangkan Golden Lion, anugerah tertinggi pada gelaran Venice Film Festival pada September lalu, animo masyarakat menjadi tinggi dengan ekspetasi yang besar.

Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) adalah seorang pria malang yang hidup dalam sisi gelap Gotham City. Profesinya sebagai badut membuat dirinya kerap kali mengalami kekerasan fisik dan dikucilkan oleh masyarakat. Sayangnya, kekerasan dan bully yang ia alami berasal dari gangguan kesehatan yang dimilikinya. Ketika ia sedih, marah, bahkan dalam keadaan terganggu, ia tak bisa mengendalikan tawanya, yang kemudian menjadi sasaran empuk orang lain untuk mengganggunya.

Kondisi tersebut muncul akibat pseudobulbar affect (PBA) yang ia derita. PBA merupakan gangguan emosi yang ditandai oleh episode tawa atau tangisan yang datang mendadak dan tak terkendali. Hal ini umum terjadi pada orang-orang dengan kondisi neurologis tertentu atau mengalami cedera yang berpengaruh pada kerja otak sehingga sulit mengendalikan emosi.

Karena penyakitnya, ia sering mengunjungi dinas sosial pada Arkham Asylum, sebuah rumah sakit jiwa di Gotham City, dengan harapan dapat menyembuhkan dirinya dari obat-obatan yang ia konsumsi.

Arthur ingin menjadi seorang komedian terkenal. Ia mencatat berbagai jokes dalam buku tulisnya yang lusuh. Dirinya ingin, suatu saat semua orang mengakui dirinya dan berhenti memandang dirinya sebelah mata. Arthur ingin dikenal sebagai komedian yang sukses.

Tetapi, hidup tidak semudah yang ia andaikan. Berbagai tantangan dan kejamnya kehidupan terus menggerus semangatnya, membuat penonton merasa suram dan kasihan terhadap supervillain yang menjadi musuh Batman tersebut. Dalam film ini, Bruce Wayne (Batman) bertemu dengan Arthur ketika dirinya masih kecil. Ada pula keterkaitan Arthur dengan Thomas Wayne (ayah Bruce) yang kemudian diketahui hanya 'khayalan' ibunya, Penny Fleck.

Ketika menonton film ini, tentu hal yang ingin diperlihatkan adalah drama dari seorang 'Joker', sang komedian. Kita akan dibuat berpikir, apakah lingkungan tempat Arthur tinggal yang mengubah dirinya menjadi seseorang yang berbeda, ataukah dirinya sendiri yang ingin menjadi seseorang yang lain; seseorang yang sesuai dengan keinginannya.

Joker sendiri tidak disarankan untuk ditonton oleh anak-anak dibawah usia 17 tahun, sebab terdapat adegan kekerasan, sadisme, dan permainan psikologi yang tidak cocok untuk dikonsumsi anak dibawah umur.

Di balik kelamnya cerita Arthur, sinematografi yang ditampilkan dan tata suara yang digunakan dapat memanjakan penonton dan membuat kita terhanyut dengan kisahnya selama kurang lebih dua jam. Meski DC mengumumkan bahwa Joker adalah film tunggal, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada sekuel dari sang komedian tersebut. (len/ann)



Kolom Komentar

Share this article