Resensi

I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki: Sebuah Esai untuk Refleksi Diri

Sebuah buku self improvement dari Baek Se Hee.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Christnina

SKETSA – Saat membaca judul buku ini, seperti apa bayangan kalian? Bagaimana kau ingin mati namun masih memikirkan jajanan kaki lima? Hal inilah yang menjadi tajuk dalam buku karya Baek Se Hee ini.

Terdiri dari 236 halaman, buku yang berisi esai mengenai pertanyaan, penilaian, saran, nasihat dan evaluasi diri dari sang penulis ketika ia menjalani pengobatan untuk distimia (depresi berkepanjangan) dan gangguan kecemasan yang telah berlangsung selama lebih dari sepuluh tahun.

Karena esai ini dibuat berdasarkan pengalaman asli, maka di dalamnya kita akan benar-benar melihat bagaimana proses pengobatan berjalan serta perkembangannya. Meski terdengar suram dan bersifat pribadi, kita akan menemukan penyebab yang mendasari depresi melalui situasi spesifik. Tak hanya itu, di dalamnya juga memuat bagaimana perjalanan untuk menerima keadaan diri sendiri dan berfokus pada kehidupan yang lebih sehat.

I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki terdiri dari dua belas bab yang disusun berdasarkan minggu pengobatan. Kalian juga akan melihat, bagaimana seorang pasien dan pskiater tumbuh bersama seiring dengan berjalannya pengobatan ini. Tidak ada dokter yang sempurna atau pasien yang sempurna, semuanya mengalir apa adanya.

Meski setiap bab menarik untuk dibaca, namun ada beberapa bab yang membuat kita kembali bercermin dan merefleksikan diri. Seperti bagian “Apa yang Harus Kulakukan Agar Mengenal Diriku Dengan Baik” dan “Mengatur, Membuat Kesimpulan, Kecewa, Pergi”. Kedua bab ini mengulas bagaimana Baek ingin mengenal dirinya dengan lebih baik, juga menerima bahwa setiap orang ialah spesial. Selain itu, menghentikan pemikiran bahwa orang lain selalu mencoba untuk meremehkan kita, sementara kitalah yang selalu meremehkan diri sendiri.

Di akhir buku ini, terdapat penutup dari sang pskiater juga beberapa catatan tambahan dari penulis mengenai apa efek positif dari merasakan depresi. Ini bukan menjustifikasi bahwa depresi adalah hal yang baik, namun menjadi sebuah pengalaman hidup untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

Ada satu kutipan akhir yang menarik untuk diingat. “Jika aku tidak menyerah, aku pun bisa terus melanjutkan hidupku sambil tertawa maupun menangis. Aku ingin mengalami kegagalan kemudian mengarahkan kembali pandanganku ke jalan yang lebih baik.”

Hidup manusia memang kompleks. Kita tidak bisa hanya merasa senang atau sedih. Dengan merasakan keduanya, munculah evaluasi dan pengembangan untuk membenahi diri. Untuk mencintai dan menerima keadaan dengan apa adanya.

Buku berkategori self improvement ini mendapatkan sambutan baik dari masyarakat dan menjadi best seller di Korea Selatan. Buku keduanya pun sudah terbit di pasaran. Bagaimana, tertarik untuk ikut membaca? (len/fzn)




Kolom Komentar

Share this article