Resensi

Hercule Poirot's Christmas: Malam Natal Dengan Bumbu Misteri

Resensi novel Agatha Christie

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Google

Penulis: Agatha Christie

Negara: Inggris

Genre: Kriminal

Publikasi: Collins Crime Club

Rilis: 19 Desember 1938

Halaman: 256 halaman

SKETSA - Natal selalu identik dengan berbagai pernak-pernik cerah serta kegembiraan saat kumpul keluarga. Tak luput pula suasana damai, hangat dan tentram. Namun, Christie akan membawa kita kepada kisah pembunuhan brutal seorang pria di malam natal. Melalui tokoh sang detektif terkenal, Hercule Poirot kembali mengaktifkan 'sel-sel kelabu' miliknya untuk mengungkap kasus misteri yang tak biasa ini.

Cerita diawali dengan Simeon, seorang ayah yang mengundang seluruh keluarganya untuk berkumpul merayakan Natal di Gorston Hall, kediamannya. Kecuali Alfred, anak sulungnya dan Lydia, istrinya (yang tinggal bersama dengan Simeon), anak-anaknya yang lain turut berdatangan.

Mereka adalah George, anggota parlemen Westeringham yang datang dengan Magdalene, istrinya yang berusia 20 tahun lebih muda. Meskipun begitu George selalu meminta uang dari ayahnya untuk membiayai rumah tangganya.

David, pelukis yang gagal dan meninggalkan Gorston Hall semenjak kematian ibunya (juga menuduh ayahnya sebagai pembunuhnya) datang istrinya, Hilda. David memilih kabur dari rumah karena tidak ingin bekerja dengan ayahnya. Simeon pun menyatakan akan mencoret nama David dari surat wasiatnya.

Kemudian ada Harry, si anak hilang yang pergi dari rumah setelah mencuri uang Simeon. Ia datang seorang diri dari luar negeri. Kehadirannya membuat sang kakak, Alfred tidak senang.

Tak hanya keempat putranya, datang pula seorang gadis bernama Pilar Estravados, cucu Simeon yang datang dari Spanyol. Pilar adalah anak Jennifer, putri Simeon satu-satunya yang menikahi seorang pelukis Spanyol yang telah meninggal. Ia datang tidak sekadar untuk merayakan natal, tetapi juga akan tinggal dengan kakeknya.

Dalam perjalanan menuju rumah kakeknya, Pilar bertemu Stephen Farr, seorang laki-laki dari Afrika Selatan. Stephen mengaku sebagai anak dari kolega Simeon di Afrika Selatan. Saat bertamu di Gorston Hall, Simeon mengajaknya untuk tinggal selama natal.

Pada sore saat malam natal (24/12), Simeon mengumpulkan mereka di dalam kamarnya. Tak disangka, Simeon mempermalukan semua anak laki-lakinya yang tak memiliki keturunan dan menyatakan niatnya untuk mengubah surat wasiat.

Nahas, malam harinya Simeon ditemukan tergorok dan tewas dengan mengenaskan. Tak cukup dibunuh, berlian-berlian kasar miliknya yang bernilai 10 ribu pound hilang.

Saat pembunuhan tersebut terjadi, Hercule Poirot kebetulan sedang berlibur di rumah temannya, yakni Kolonel Johnson sang kepala polisi di daerah itu. Kemudian anak buah Johnson, Inspektur Sugden mengabari bahwa telah terjadi pembunuhan di Gorston Hall. Maka, sang detektif pergi bersama kawannya menuju kediaman Simeon.

Mulai dari putranya, menantu, cucu, hingga orang terdekat Simeon langsung menjadi sasaran penyelidikan. Keduanya adalah Sydney Horbury, pelayan pribadi Simeon yang meninggalkan rumah pada saat kematian Simeon dan Tressilian, kepala pelayan Gorston Hall yang kebingungan karena peristiwa tersebut.

Lalu, siapakah orang yang mengakhiri hidup Simeon dengan tragis? Hingga babak terakhir dalam kasus ini, pembaca mungkin akan sulit sekali menebak dan memastikan siapa pelakunya.

Kasus pembunuhan Simeon adalah kasus ruang tertutup yang cemerlang dengan perencanaan matang, yang kemudian dieksekusi dengan baik dan berhasil.

Meski aksi si pembunuh begitu lincah, ia tetap terpukul mundur dengan kecerdasan Poirot dalam memecahkan kasus. Dengan apik, Christie menyiapkan kejutan tak terduga yang menjadi babak akhir dari peristiwa mengenaskan tersebut.

Novel ini memuat kasus di mana Poirot menghadapi sebuah rencana pembunuhan brilian dan kompleks. Tertarik untuk membacanya? (len/rst)



Kolom Komentar

Share this article