Resensi

Happy Old Year: Menyelisik Memori yang Tertinggal

Melihat makna minimalis dalam film Happy Old Year.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Google

SKETSA - Menuju ruang minimalis nyatanya tak mudah untuk diterapkan begitu saja. Perlu adanya langkah serta niat dan komitmen dalam perjalanannya. Happy Old Year, sebuah film Thailand yang disutradarai oleh Nawapol Thamrongrattanarit ini mengisahkan tentang Jean (diperankan oleh Chutimon Chuengcharoensukying) yang baru saja pulang dari Swedia. Lantas, ia ingin mengubah seisi rumahnya menjadi minimalis dengan bantuan sahabatnya, Pink. Jean bermaksud agar barang yang ada hanya yang sarat akan fungsi.

Dalam kisahnya, ibu dan adiknya, Jay menentang keinginan tersebut. Jean beranggapan, setiap sudut rumah telah penuh sesak dengan barang ayahnya yang sudah lama bercerai dengan sang ibu. Jay melunak, namun ibunya kukuh mempertahankan barang terutama piano mantan suaminya. Barang yang hadir di mana-mana ini sampai membuat si ibu harus tidur di antara tumpukannya.

Dengan bantuan sang adik, ia mulai mengemasi barang lamanya. Jean menjual sebagian barang dan membuang sisanya tak terkecuali. Muncul percakapan dari si adik apakah tindakan itu tepat. Sampai akhirnya, Pink sang sahabat membantu dan mengetahui barang yang ia beri untuk Jean berakhir di wadah pembuangan. Saat itu, Jean menganggap hal ini normal ketika seseorang ingin berberes.

Happy Old Year menyuguhkan scene sederhana namun konsisten untuk membagikan pesan-pesan minimalis. Utamanya saat Jean menemukan barang pemberian mantan kekasihnya. Dari situlah ia bermaksud mengembalikan semua barang pada pemiliknya. Tak terkecuali milik Aim (diperankan oleh Sunny Suwanmethanont), mantannya.

Meski keraguan kerap muncul, akhirnya Jean dan Aim kembali berbincang dan menjalin komunikasi. Mengetahui bahwa Aim telah memiliki kekasih baru, membuatnya maju mundur dalam berkemas sebab banyak hal yang mengganggunya. Ia kembali berkutat dengan keraguan, sebab barang yang bersamanya penuh dengan memori.

Terlebih ketika Jean menemukan perasaan bersalah akan cerita yang baru ia ketahui saat bersama Aim. Dirinya menyadari ada begitu banyak memori yang ikut pergi saat banyak membuang barang. Ia juga dihantui kesedihan karena teringat telah meninggalkan Aim sepihak saat itu.

Film ini memberi banyak sentuhan otentik meski minim percakapan. Seperti halnya pakaian yang dikenakan Jean; hitam dan putih tanpa banyak detail yang akan mengganggu inti pesan minimalisme. Gaya rambut hingga seluruh yang ia kenakan sarat akan kesederhanaan dan warna basis. 

Penokohan Jean yang tak pandai basa-basi juga berhasil membawa cerita dengan baik. Disajikan pula juga enam langkah dalam proses decluttering yang dihadapinya. Pertama, Set Goals & Find Inspirations. Kedua, Don’t Reminisce The Past. Ketiga, Don’t Feel Too Much. Keempat, Don’t Waver Be Heartless. Kelima, Don’t Add More Things. Terakhir, Don’t Look Back.

Dari sini, penonton dibawa untuk menyelisik bagaimana rumitnya ikatan manusia dengan barang yang terasosiasi dengan memori. Jean adalah satu dari banyaknya orang yang mencoba mengarungi jerat kenangan. Meski penuh dengan rasa bersalah saat membuang barang, terutama mengetahui cerita demi cerita. 

Jean akhirnya menyadari bahwa berberes bukanlah perjalanan singkat, melainkan memperkuat prinsip yang ingin ditempuh. Minimalis bukanlah sekadar tren, tetapi kisah spiritual kita terhadap seluruh kejadian yang telah terlewati untuk direnungkan kembali. Mana yang akan dipertahankan dan dilupakan.

Meski tak semua relasi dapat dipertahankan Jean, ia mendapat banyak pelajaran dalam memahami kehidupan. Berhati-hati untuk memiliki barang, dan tak terikat berlebihan adalah satu cara yang ditempuhnya. Tertarik untuk menemukan cara lain yang bisa dipelajari dari kisah Jean dalam Happy Old Year? (rst/len)



Kolom Komentar

Share this article