Resensi

Dunia Ajo dan Iteung dalam Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Asmara dan konflik dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.

Sumber Gambar: Palari Films

SKETSA - Film ini merupakan alih wahana dari novel karya Eka Kurniawan, dengan judul yang sama pula. Pada 1 April lalu, film ini disiarkan di platform Netflix, versi Inggrisnya berjudul Vengeance is Mine, All Others Pay Cash. 

Cerita bermula dari Ajo Kawir (diperankan oleh Marthino Lio), pemuda dari Bojongsoang yang impoten—burungnya tak bisa ngaceng. Sebab tak bisa ngaceng, Ajo jadi dekat dengan kekerasan, setidaknya hal itu bisa jadi alasan di balik hasratnya yang ingin terus bertarung: karena ketidakmampuan penisnya ereksi, ‘masa depannya’ seperti buram.

Edwin, sang sutradara, mengemas Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dengan apik, berani, sekaligus surealis. Film berdurasi 1 jam 54 menit ini menyuguhkan isu toxic masculinity. Serta bagaimana orde baru digambarkan dengan balutan kekerasan. Sinematografinya khas 80 hingga 90-an, dialog dibuat baku, dan segala properti mendukung era tersebut; fesyen Ajo dan Iteung (Ladya Cheryl), motor bebek yang bising, musik, dan furnitur.

Hidup Ajo yang penuh pertarungan itu perlahan berubah, saat ia bertemu petarung lain, Iteung. Nyatanya pertarungan sengit antara Iteung, seorang pesuruh rentenir beken di kampungnya dengan Ajo bisa bermuara pada kisah romansa. Iteung menyatakan cinta pada Ajo lewat lagu, salam, dan untaian kata di radio. Ajo bukannya tak tahu, namun enggan membalas karena gengsi setengah mati ia impoten. Di mana harga dirinya ketika harus membalas cinta Iteung?

Iteung mendatanginya, mereka bertarung lagi. “Aku mencintaimu, Iteung. Tapi apa yang akan kau lakukan terhadap lelaki yang tak bisa ngaceng?” dialog itu menohok betul. Iteung balas bercakap, ia mau menikah dengan Ajo. Pada novelnya, banyak pemeran diceritakan Eka Kurniawan dengan cermat, seperti Tokek kawan Ajo, Iwan Wangsa, Wa Sami, Jelita, Rona Merah, Budi Baik, hingga Paman Gembul. Di filmnya, difokuskan hanya untuk Ajo dan Iteung, meski pemeran lain juga diceritakan untuk membangun alur, tetapi Edwin memangkasnya dengan porsi cukup, agar romansa dua insan ini tak kehilangan suara dan kompleksitasnya.

Ajo dan Iteung adalah dua contoh korban kekerasan seksual. Burung yang tak bisa ngaceng itu punya cerita pelik masa kecil Ajo yang melihat Rona Merah—perempuan sinting yang diperkosa dua aparat di rumahnya. Sedangkan Iteung korban mesum gurunya semasa sekolah, membuatnya sulit mengendalikan birahi.

Dekatnya mereka pada dunia kekerasan menjadi cara tersendiri memeroleh keadilan untuk kelas sosial menengah ke bawah seperti mereka. Di novelnya, Eka vulgar menuliskan kisah dari penokohan.

Dunia Ajo dan Iteung dalam film ini adalah dunia yang penuh penggambaran soal stigma. Laki-laki dinilai dari kekuatannya, perempuan dinilai dari lemah lembutnya. Namun, kondisi mereka seolah mendobrak stigma itu. Iteung yang suka berkelahi itu, bagaimanapun, adalah perempuan sepenuhnya. Ajo yang sepatutnya bisa jadi cermin maskulinitas, tak terlepas dari kekerasan seksual dan bias gender di masyarakat, dan ia bagaimanapun tetap laki-laki, kan?

Selain itu, hadirnya relasi kuasa menambah bumbu dari film ini. Ya, tentu saja, kekerasan seksual tak bisa lepas dari relasi kuasa. Untuk menikahi Iteung saja, Ajo tetap menerima tawaran Paman Gembul agar menghabisi si Macan. Paman Gembul, tokoh yang cukup berkuasa di film itu digambarkan lewat cara bicaranya yang lembut. Padahal punya maksud licik untuk menyingkirkan orang yang tak disukanya. Ia juga oportunis, memanfaatkan momentum ‘tak berpunya’ dari orang sekelilingnya untuk dijadikan pesuruh, termasuk Ajo, yang butuh uang untuk kawin.

Paman Gembul yang berduit itu, mampu menyetir rumah tangga Ajo dan Iteung sebelum dan sesudah mereka menikah. Dua aparat yang memperkosa, Budi Baik kawan tarung Iteung, juga merupakan gambaran dari relasi kuasa. Mereka yang merasa punya kendali, terus mengubrak-abrik kehidupan dari mereka yang rentan.

Pada sisi surealis, Jelita dimunculkan. Saat terpisah dari Iteung, Ajo jadi sopir truk pengangkut barang. Iteung membalaskan dendam pada dua aparat agar suaminya bisa kembali ereksi sepulangnya nanti. Namun, di sela memendam rindu itu, Jelita perempuan buruk rupa hadir jadi penumpang truk Ajo. Di filmnya, Jelita juga datang dari antah-berantah, yang pada akhirnya mampu membuat Ajo ereksi. Beberapa penikmat film ini bilang, mungkin saja Jelita perwujudan dari Rona Merah, yang mau membalaskan dendam.

Bisa jadi. Sebab di akhir cerita, Jelita lenyap bagai hantu sesudah membuat Ajo terangsang, dan muncul secara tiba-tiba membunuh Paman Gembul, yang semasa orde baru dekat dengan aparat dan ada kaitannya dengan penembak misterius–yang membunuh suami Rona Merah dan membuatnya gila. Menonton sajalah, dan beri penilaianmu sendiri. (rst/nkh) 



Kolom Komentar

Share this article