Resensi

Diam dan Dengarkan: Kontemplasi untuk Ibu Bumi

Sebuah film dokumenter tentang manusia dan peradabannya.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


(Sumber: kompas.tv)

SKETSA - Berkuliah daring, menatap layar gadget, tak bebas keluar rumah, harus mengalah untuk kebaikan bersama. Menodong pertanyaan soal kapan bisa beraktivitas dengan bebas tanpa harus pusing memperhatikan protokol kesehatan. Tak dapat dimungkiri, semua orang akan memikirkan hal tersebut. Sampai akhirnya kita terfokus pada apa yang akan datang, dan tidak sadar menjalani kehidupan saat ini.

Di tengah keterbatasan saat pandemi, siapa yang mengira karya anak bangsa malah membawa penontonnya berkontemplasi sebagai spesies di muka bumi. Adalah Anatman Pictures yang menghadirkan karya dokumenter berjudul Diam dan Dengarkan. Sebuah film tentang nilai kesadaran yang universal untuk manusia sebagai spesies yang sejatinya hidup berdampingan dengan spesies lain. Manusia memang unik, namun tak istimewa. Penyadaran kembali tentang siapa kita, apa peran kita, dan sudah seberapa merusaknya kita.

Unggahan YouTube berdurasi 1 jam 26 menit ini secara komprehensif membahas spesies hingga permasalahan yang sedang dihadapi alam, dan tentu kaitannya dengan kehidupan manusia. Publik figur yang fokus terhadap isu lingkungan turut andil menjadi pengisi suara, seperti Arifin Putra, Eva Celia, Nadine Alexandra, dan Andien Aisyah. Dokumenter yang dibuat dalam 6 chapter ini diawali dengan menyentil peradaban Sapiens, lalu konsumsi manusia, kerusakan lingkungan, sampai kesenjangan serta kondisi sosial sebagai dampak.

Tergelitik ketika pandemi yang harusnya jadi kesempatan manusia merenung, tapi muncul pertanyaan bagaimana jika tidak? Bagaimana jika manusia tak tersentil sedikit pun saat virus mewabah Dokumenter Diam dan Dengarkan dengan apik membahasnya.

Seturut dengan lajunya kerusakan di bumi, materi menjadi hal yang dipikir bisa jadi solusi. Cermin bagaimana jauhnya manusia dari hal yang mendasar. Kepentingan ekonomi sering disebut-sebut bersinggungan dengan kepentingan ekologi. Pada Chapter 6 Samudra Cinta, dokumenter ini mengenalkan sosok dari keluarga Murdaya Poo, keluarga yang terkenal dari bisnisnya dan bergelimang harta. Prajna, anak yang dibesarkan dari keluarga tersebut mengaku bahwa ia tidak cukup bahagia hingga di titik terendah hidupnya, ia divonis sakit lever, dan bisa semakin parah.

Bagian ini hendak menggambarkan bahwa naif jika seseorang tidak membutuhkan uang. Tapi miris ketika laju peradaban malah meninggalkan hal dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan rasa aman. Manusia sebagai spesies yang mampu membentuk sistem, namun ironi mengingat di tiap sistem selalu ada yang paling. Paling kaya, paling terkenal, dan paling lainnya. Membuat kesenjangan jadi hal biasa. Pengejaran atas materi jadi tak punya batasan yang jelas.

Film dokumenter senantiasa berhasil menunjukan sisi lain dari kehidupan. Di mana manusia dibuai dengan hiburan-hiburan soal percintaan, kekayaan, ketenaran, yang utopis. Diam dan dengarkan bisa menjadi alternatif agar kita sebagai salah satu spesies di muka bumi terbangun dari tidur panjang, yang menganggap dunia selalu baik-baik saja.

Karena dibahas secara komprehensif, di awal pemutaran video pastikan kamu menyelami maksudnya dengan baik agar tak salah kira. Seperti judulnya, saat menonton diam dan dengarkan. Betapa kita sudah di ujung tanduk peradaban. (rst/len)



Kolom Komentar

Share this article