Resensi

Di Hadapan Rahasia: Sebuah Cara Mempertanyakan Kehidupan

Di hadapan rahasia.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Instagram.

Judul Buku: Di Hadapan Rahasia

Pengarang: Adimas Immanuel

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2015

Dimensi Buku: 140 hlm; 20 cm

SKETSA - Masihkah kita harus bersengketa ketika hari hampir habis dan doa hanya menjadi ritus ala kadarnya, sementara daun-daun tak sekalipun menebak ke mana angin akan meniupnya. Seperti kita manusia, yang amat kecil di hadapan rahasia, yang tak sepenuhnya berkuasa atas jatuh-bangun kita, menjadi sinopsis yang tertera dalam buku kumpulan puisi besutan Adimas Immanuel ini.

Bisa didapat di toko buku atau dalam bentuk e-book di aplikasi Ipusnas. Buku dengan cover berwarna soft ini memiliki desain sederhana yang juga sama "rahasia"nya dengan judul dan isi buku. Membuat penikmatnya bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Seperti puisi-puisi lain, diksi dalam buku ini sarat makna dan cukup berat untuk dipahami kelompok awam. Namun menariknya, penulis mempertunjukan kepiawaiannya dalam memperkenalkan kosa kata.

Banyak sekali kosa kata yang akan kita dapat terlebih untuk pembaca yang ingin menambah perbendaharaan kata. Sebut seperti nira, pendulum, dan kelindan. Salah satu puisi yang banyak dikutip, di-posting ulang, dan cukup mengena salah satunya ialah;

Requiem

Katamu Tuhan tinggal dalam diri,

tapi kau berdoa menatap langit

tak menunduk menatap tubuh.

Seolah Tuhan begitu jauh.

Beberapa puisi yang ditulis oleh Adimas terinspirasi dari karya seni lain. Buku 'Di Hadapan Rahasia' memuat 70 buah puisi yang sebagian besar lahir dari interpretasinya terhadap lukisan serta musik. Salah satunya dari lukisan Bertrand-Jean Redon 'Faust and Mephistopheles' (1880). Ini semakin membuat buku kumpulan puisi ini unik. Seolah berpesan bahwa dalam aspek kehidupan kita selalu disuguhkan tafsir demi tafsir. Rahasia demi rahasia.

Tak seperti film yang dapat dengan mudah diterjemahkan, atau cerita fiksi yang bisa dinyatakan lewat kesimpulan yang hampir sama pada beberapa orang, puisi menjadi karya sastra yang cukup berat, karena menggunakan diksi yang tentu memproyeksikan pesan-pesan menurut pengarang. Penikmatnya adalah mereka yang mencoba menerka.

Meski begitu, Adimas Immanuel lewat buku ini, berhasil membawa pembaca memikirkan kembali hidup ini dengan segala kerumitannya. Tertarik membaca buku yang penuh tanda tanya ini? (rst/wil)



Kolom Komentar

Share this article