Tak Seharusnya
Puisi tak seharusnya
Sumber Gambar: Restu
Kau tak seharusnya pernah menyalamiku petang itu
Tangan kokoh yang menyambut salammu kala itu
topeng yang senantiasa dilumurkan sekujur tubuh
Egoku adalah dinding tebal dan lebih tinggi dari tinggi badanmu
Sedang kamu mencari celah pada lekuk senyum dan caramu berpandang
Aku menelusur lebih hangat dari dingin yang kutampilkan,
kau dangkal dari hangat yang kau tawarkan.
Kita memulai sebagai kita
Namun, egoku terus menyimpulkan aku adalah milikku,
tak seorangpun memahami celahnya, sekalipun kau.
Aku tak pernah hangat, katamu
Wanita tak seharusnya begitu.
Dan, siapa peduli? Jawabku.
Kau pergi, dan sudah banyak yang pergi
Tak sanggup mendekati wanita yang dingin setengah mati
Mungkin kehangatan bukan jawaban satu-satunya untuk memahami
Lantas mengapa kita perlu itu?
"Hanya demi menghangatkan kesedihan-kesedihan orang lain?" Tanyaku
Itu jauh lebih menyedihkan,
menutup luka saat diri sendiri belum sepenuhnya sembuh
Telusuri aku lebih jauh
Jadikan aku teman berjalanmu, ingatanmu ketika pulang tanpa harus menagih hangat.
Kita,
tanggung jawab kita,
tak ada satupun, yang mampu memikul kebahagiaan orang lain,
dengan begitu, dingin tidak apa-apa.
Karena diri; milik sendiri,
Dingin; kita bagi untuk diri sendiri.
Namun terbelenggu atas kuasa yang lain
Kita,
kesedihan kita, senyum kita
diri; milik sendiri
Kau, milikmu
Aku, percaya aku
Keraguan adalah ladang persembunyian teraneh,
Sedang kepercayaan diri adalah topeng paling mewah.
Aku sedang memakai topeng paling mewah,
malamku adalah keraguan yang paling asing
Aku bukan permainan tebak-tebakan,
lagipula aku tak senang bermain tebak-tebakan
Kau, yang senang menebak.
Aku, terus menjadi aku.
Ditulis oleh Restu Almalita, mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP 2018.