Puisi

Seperti Hujan?

Sebuah puisi berjudul Seperti Hujan oleh Marini Juni Ananda Basrimas, mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP 2017. (Sumber foto: cdn2.tstatic.net)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Ajari aku menjadi angin..

Agar aku bisa mengudara..

Lalu, akan aku sampaikan rindu kepada langit..

Ia membalas dengan setetes air,

Kemudian turun menjadi hujan...

Tetapi aneh, dengan manusia? Ia mengatakan bahagia dengan adanya hujan, ia merasa bersyukur dengan turunnya hujan, hingga mengatakan sangat menyukai hujan. Tapi, masih saja mereka berkomentar dan berceloteh. Bahkan, selalu menghindar dari hujan. Tak sedikit pula yang selalu marah bajunya basah akibat terkena hujan, marah tidak bisa keluar rumah, marah karena pakaian yang ia jemur tidak menjadi kering, hingga kesal terjadi banjir.

Sayang.. itu semua hanya pernyataan palsu manusia saja.

Ia berkata begitu bersyukur tapi, nyatanya dibelakang ialah hanya sebatas kata.

Mereka hanya menjadikan hujan sebagai objek yang bisa mendukungnya saat risau,

Lalu muncul sebuah kalimat di status media sosial. Dan hanya sebagai pendukung objek foto untuk mendukung pernyataannya dibalik status yang mereka buat.

Kemudian dimana letak sebenarnya kata menyukai hujan itu?

Ya, manusia memang sudah terlatih berpura-pura dihadapan orang lain, sering memalsukan sikap dan katanya menjadi sesuatu yang manis untuk didengar. Tetapi, tidak saat dirasakan. Namun, bagaimana jika kita coba mendengar beberapa pernyataan manusia yang memang benar menyukai hujan? Dan jawaban mereka adalah kami sangat merindukan hujan? Kalian tahu siapa mereka? Ya, mereka adalah orang-orang yang memang sangat jauh dari kasat mata kita, mereka yang sangat menyukai hujan. Karena untuk mendapatkan setetes air saja, mereka harus berjuang!

Lalu, bagaimana tanggapan hujan ?

Ia tidak sama sekali peduli dengan apa yang dibicarakan manusia tentangnya. Ia tidak peduli ia disukai atau tidak saat ia datang. Bahkan, yang kecewa atau menyesalinya. Ia tetap dengan pendiriannya. Ia akan turun untuk mereka yang membutuhkannya tanpa peduli siapa yang tidak mengharapkannya. Karena, masih banyak makhluk selain manusia yang sangat merindukannya yaitu, hewan dan tumbuhan.

Jika hujan sendiri datang menjadi bencana? Maka, hujan akan ingin mempertanyakan kembali kepada manusia. Mengapa bencana itu bisa datang, dan mengapa engkau sering sekali menyalahkan ku? Bukan kah engkau selama ini tidak pernah bersyukur dan menyadari atas kesalahan mu?

Kita harus belajar menjadi hujan, tidak perlu memikirkan orang yang tidak menyukai kita atau membenci kita. Tetapi, kita harus berpikir tentang orang-orang yang menghargai keberadaan kita sebagai manfaat bagi mereka. Karena, membuat bahagia orang lain adalah salah satu manfaat sebagai hujan dan sebuah berkah dari Tuhan.

Hujan akan tetap turun meski ia dibenci dan tidak disukai. Maka, jadilah hujan. Kita akan datang memberi manfaat kepada orang-orang yang membutuhkan kita.

Jika, kita menjadi bencana bagi mereka yang membenci. Salahkan saja, mengapa mereka harus membenci kita?!!

Ditulis oleh Marini Juni Ananda Basrimas, mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP 2017.



Kolom Komentar

Share this article