Puisi

Pria di Alam Bawah Sadar

Sebuah puisi yang ditulis oleh Herman Mansa, Mahasiswa Sastra Indonesia FIB 2014. (Sumber ilustrasi: artranked.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Pria di alam bawah sadar tetaplah pria yang bersandar”

(1)

Kita yang belum mengatur tempat tidur asik bercerita di depan pelataran, bulan sebentar lagi jatuh dan suara sunyi sudah menjadi bunyi dari sekian banyaknya yang bersuara

Kau katakan bahwa selamanya akan seperti ini bila tidak ada yang saling bicara, lantas sedari tadi kita sedang apa?, Aku rasa aku tidak bergumam menanggapi malam

Semua cerita sudah tersampaikan lewat bahasa tubuh, dari ketenangan tubuhmu duduk di sampingku, dan kegilaan ku pada raut wajahmu

Malam ini aku tidak ingin berbagi hembusan nafas di bibirmu ataupun menjadi selimut satu sama lain, sangat sulit berbicara dalam bahasa lazim

(2)

Semalam kau memberi nama percakapan kita sebagai pertengkaran, bertengkar macam apa dengan bahasa tubuh?, Kita tidak sedang bermain drama atau mencontoh gerakan aktor televisi tanpa pengeras suara

Semalam aku pulang tanpa bau yang kau benci, tidak ada sisa pelukan sebangsamu yang tidak berhak mendekap ku tetapi melahap ku

Dirimu sedang kau simpan di mana?, Aku bertanya tanpa ingin mencari, mencari sesuatu yang sudah ada di dalam diri adalah kebodohan yang selalu dirawat seperti anak sendiri

Malam ini biar aku yang membuat kopi, kau duduk saja dan jangan lupa merapikan tempat tidur

(3)

Suara paling mengerikan yang pernah kudengar adalah suara dalam kepalaku, suara yang sewaktu-waktu mengambil posisi paling nyaman dalam diriku

Suara itu menguasai setiap degup jantung atau aliran darah di tubuhku

Aku tidak sempat berkenalan atau bertegur sapa, diriku kuistirahatkan dan suatu saat aku akan mengambilnya kembali

Suara itu adalah suara seorang pria berdasi yang telah lama kehilangan separuh dari sisa kesadarannya, mencari tempat bersandar di alam bawah sadar

Ditulis oleh Herman Mansa, Mahasiswa Sastra Indonesia FIB 2014



Kolom Komentar

Share this article