Mengapa Kau Masih Saja Bercinta dalam Gelap, Sayang?
Sebuah puisi karya Panji Aswan mahasiswa Sastra Indonesia. (Ilustrasi: pixabay.com)
Negara kita sudah lama merdeka (katanya), tapi mengapa kau masih saja bercinta dalam gelap, sayang?
Kau duduk di tengah hujan, mengecupi keningnya
sementara air yang berkecipak tahu bahwa tak ada yang abadi di dunia
kau menangis mengiringi kepergiannya (dan ingin ringan katamu), sementara aroma wangi tanah menyelimuti dara(h)-dara(h) yang tertidur lelah
memeluk kakimu sendiri saat gigil mengancammu untuk berbaring di atas konstruksi
Si Tuan Kerdil menepuk-nepuk pohon jati, berharap buah kelapa jatih di atas kepalanya
adalah tempat paling liar di muka bumi, di negeri yang tak bersalju
kau menyapa perempuan yang dihapus namanya tidurmu sambil membisikkan kebebasan
“Liberty” katamu!
Sayang. Banyak orang pandai tapi tidak kritis, dan kau masih saja bercinta dalam gelap?
Kukatakan padamu, air mata terakhirmu (bahkan bundamu) takkan mampu menegakkan setangkai padi yang merunduk jika pijar hatimu itu mulai meredup.