Ia yang Kerdil
Namun, sayang, kau bukan satu-satunya isi kepala yang ada.
Ilustrasi: Pexels
Kita hanya perlu khatam dengan penolakan
Dengan berbagai gejolak yang mau ditumpahkan, tapi memilih membuka lembar-lembar buku usang
Mempertemukan kuningnya kertas, juga pulpen dengan tinta macet
Mencari ke dalam diri sendiri; sebab bergantung kian akrab dengan kekecewaan
Bak riak menahan semuanya, muntahkanlah satu demi satu
Sekaligus hanya membuat yang di hadapanmu pening,
buang muka sebab tak ingin ikut memikul pilu
Tak perlu kau teriakan serapah
Dunia tau kau sedang gundah
Namun, sayang, kau bukan satu-satunya isi kepala yang ada
Bukan sepasang mata istimewa
Bukan juga senyum paling ditunggu saat senja
Apalagi yang suaranya dinantikan malam ke pagi.
Renungmu biar terselip di impitan halaman satu ke berikutnya
Terekam di angka-angka acak buku yang kau buka
Bahkan dihapus waktu dan kau lupa pernah menyumpah pun mengamini apa
Ditulis oleh Restu Almalita, mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP 2018.